PKL UNIMAS Mojokerto

PKL UNIMAS Mojokerto
Bedugul Bali

Selasa, 12 Oktober 2010

Strategi Tanggapan Penggambaran Ulang




  MEMBACA PEMAHAMAN CERPEN
Goodman (1996:2-3) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu proses dinamis untuk merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikodekan oleh penulis. Dalam proses ini, seorang penulis melakukan pengkodean linguistik yang kemudian diuraikan oleh pembaca untuk memperoleh makna. Penulis mengkodekan pikiran ke dalam bahasa, kemudian pembaca menafsirkan kode tersebut menjadi hasil pikiran dan makna. Dengan demikian di dalam membaca terjadi interaksi antara bahasa dan pikiran.
Douglas (dalam Cox, 1993:6) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tempat pembaca mengembangkan suatu kesadaran. Sejalan dengan itu, Rosenblatt (dalam Tompskin, 1991:267) berpendapat bahwa membaca merupakan proses transaksional. Proses membaca meliputi langkah-langkah selama pembaca membangun makna melalui interaksinya dengan bacaan. Dengan demikian, makna tidak semata-mata terletak pada teks atau pembaca saja.
Sebagai suatu proses yang kompleks, Paul C Burns, Betty D Roe, dan Elinor P Ross (Burns, 1996:6) menggambarkan bahwa kegiatan membaca terdiri atas dua bagian: proses membaca dan produk membaca. Produk membaca berupa komunikasi antara pembaca dan penulis, yaitu pemahaman pembaca atas gagasan penulis yang tertuang di dalam tulisan. Komunikasi terjadi dari pembentukan makna oleh pembaca melalui pengintegrasian pengetahuan latar dengan informasi yang disajikan dalam teks. Terjadinya komunikasi bergantung pada pemahaman, sedangkan pemahaman dipengaruhi oleh semua aspek yang terlibat dalam proses membaca. Dari segi proses, membaca merupakan kegiatan memadukan aspek-aspek yang terlibat dalam proses membaca secara harmonis sehingga terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Burns, dkk mengemukakan sembilan aspek yang terlibat dalam proses membaca. Dengan demikian, hakikat membaca juga dapat ditelusuri dari segi komunikasi antara penulis dan pembaca. Penulis bermaksud mengkomunikasikan gagasan tertentu kepada pembaca, sedangkan pembaca berusaha memahami secara utuh apa yang dimaksudkan oleh penulis.
Di sisi lain, Farris (1993:304) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep-konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang berkaitan dengan isi teks. Untuk memperoleh pemahaman, pembaca juga memadukan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.
Frederick McDonald (dalam Burns, 1996:8) mendefinisikan membaca sebagai rangkaian respon yang kompleks, diantaranya mencakup respon kognitif, sikap, dan manipulatif. Membaca dapat dibagi ke dalam sub-sub keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktivitas membaca dapat terjadi jika sub-sub keterampilan tersebut dilakukan secara bersama dalam suatu keseluruhan yang terpadu. Syafi`i (1997:7) juga menyatakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses mekanis, yang berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual, sedangkan proses psikologisnya berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.
Dari berbagai definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa membaca pemahaman cerpen pada hakikatnya merupakan suatu proses membangun makna dari suatu pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tulisan. Dalam proses tersebut, pembaca mengintegrasikan atau mengaitkan antara informasi atau pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki. Dalam proses membaca, pembaca menggunakan berbagai keterampilan yang meliputi keterampilan fisik dan mental.
Salah satu bentuk kegiatan apresiasi cerpen adalah membaca sastra, disamping melisankan sastra, mendengarkan pelisanan sastra, menulis sastra. Membaca sastra dapat diterapkan dalam membaca pemahaman cerpen. Membaca pemahaman cerpen  merupakan proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan gambaran makna dalam bacaan dengan skemata pembaca untuk memahami informasi dalam bacaan secara menyeluruh (Aminuddin,1997:104). Untuk memahami bacaan tersebut, pembaca berusaha mengenali kata-kata pengarang dan memahaminya sesuai dengan konteks yang ada. Tanpa mengenali kata-kata pengarang, pemahaman terhadap bacaan akan terhambat, bahkan tidak berhasil (Dunkin,1989, Ellis,1989:254; Tompskin dan Hoskisson,1987:267; Cleary dan Linn,1993:284).
Isi pembelajaran membaca pemahaman cerpen meliputi: memahami detil/fakta dalam bacaan, menemukan inti gagasan dalam paragraf bacaan, memahami urutan isi bacaan, memahami makna tersirat, membuat kesimpulan, memberikan penilaian secara kritis, mengajukan alternatif secara kreatif, dan membuat ikhtisar bacaan (cerpen). Proses pembelajarannya meliputi: memahami tujuan membaca, melakukan kegiatan membaca secara cepat, mengulang pembacaan untuk menemukan pemahaman sesuai dengan tujuan, mencatat hasil pemahaman yang dianggap penting, menuliskan tanggapan, membahas pemahaman, evaluasi kritis, dan strategi pembacaan. Penguasaan materinya meliputi: keterampilan menemukan pemahaman secara komprehensif melalui kegiatan membaca, memahami strategi dan prinsip dalam membaca komprehensif.
Beberapa tipe pemahaman dalam kegiatan membaca, yaitu pemahaman literal (literal comprehension), pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), pemahaman kritis (critical comprehension), dan pemahaman kreatif (creative comprehension) (Burn, Roe dan Ross,1996:255).
Membaca pemahaman cerpen dapat dihubungkan dengan membaca komprehensif. Aminuddin (1997:104) mengemukakan bahwa membaca komprehensif dapat dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut.
(1)   Pemahaman literal adalah pemahaman isi bacaan meskipun menyeluruh tetapi hanya terbatas pada pemahaman isi bacaan yang berkaitan dengan jawaban pertanyaan apa, siapa, kapan, dan di mana? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) menggambarkan realitas dalam teks secara imajiner, (b) menentukan urutan gagasan, peristiwa, hubungan sebab akibat, dan (c) menggabung kembali gambaran fakta sehingga membentuk pemahaman literal.
(2)   Pemahaman interpretatif adalah pemahaman yang didasarkan pada penghubungan pengertian, fakta, pendapat, peristiwa, dan praanggapan yang dikembangkan pembaca dengan pernyataan dalam bacaan. Pemahaman interpretatif berupa kemampuan menemukan jawaban yang tidak secara langsung dinyatakan dalam bacaan. Bentuk pemandu penilaiannya misalnya lewat penggunaan kata mengapa..., bilamana..., apa yang terjadi? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) membuat peramalan, (b) memahami makna tersirat (reading between the lines), dan (c) menghubungkan serta membandingkan pokok-pokok pikiran guna membuahkan pengertian baru.
(3)   Pemahaman secara kritis adalah bentuk pemahaman yang terbuahkan melalui kegiatan  membaca kritis yang ditandai oleh kemampuan pembaca dalam memberikan pertimbangan, mengajukan prediksi, menilai, dan memberikan alternatif. Bentuk pemandu penilaiannya misalnya, Apa pendapatmu tentang...mengapa? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) membedakan realitas faktual dan realitas fiksional, (b) mendeteksi bias atau kesan subjektif penulis, (c) menghubungkan karakteristik fakta dan karakteristik isi pada pendapat penulis, dan (d) menyusun sejumlah kriteria sebagai dasar penyampaian pertimbangan dan penilaian.
(4)   Pemahaman secara kreatif adalah pemahaman secara kreatif yang berkaitan erat  dengan membaca kritis. Perbedaannya, dalam pemahaman kreatif, pembaca telah mengajukan pilihan baru tanpa diikat gambaran pengertian dalam bacaan, menemukan pemecahan masalah yang didasarkan problema yang ditemukan dalam bacaan, dan mengajukan pendapat baru yang berbeda dengan pendapat yang diajukan penulis tetapi dengan bertolak dari fakta yang sama. Proses berpikir yang terlibat adalah (a) menemukan dan mengembangkan alternatif secara luwes, (b) memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam situasi baru, dan (c) menemukan sejumlah cara yang tepat guna menghasilkan sesuatu sesuai dengan alternatif yang diajukan.
Penelitian ini mengupas membaca cerpen dengan pemahaman kreatif karena siswa dibimbing untuk menemukan gagasan dalam cerpen dan memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam situasi baru, dan mengomunikasikan perolehannya sesuai dengan hasil pengamatan terhadap kehidupan sehari-hari. Pada akhir pembelajaran, siswa diharapkan dapat membuat ikhtisar cerpen.
Burns (1996:293) menyatakan bahwa membaca kreatif mencari makna di balik materi yang dinyatakan oleh pengarang. Membaca kreatif merupakan tingkatan pemahaman yang paling tinggi. Seperti halnya membaca kritis dalam membaca kreatif, siswa untuk berpikir kreatif dan menggunakan imajinasi ketika mereka membaca pemahaman cerpen. Dengan membaca seperti ini, siswa akan mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Dalam membaca pemahaman cerpen secara kreatif, siswa menggunakan skemata, mengombinasikan pengetahuan latar mereka dengan gagasan dalam cerpen untuk menghasilkan respon-respon baru. Siswa dituntut terampil dalam hal: (1) memprediksi isi cerpen, misalnya memprediksi peristiwa yang akan terjadi, (2) memvisualisasi judul erpen dengan gambar yakni melihat gambaran dalam pikiran dan menarik skemata yang ada untuk melengkapinya, (3) memecahkan masalah, yakni menghubungkan sesuatu yang dibaca dengan masalah pribadinya, menerapkan pemecahan masalah yang ditemukan dalam cerita pada situasi yang berbeda, (4) mengembangkan sajian cerita, yakni dapat melihat bagaimana cerita dapat dikembangkan sehingga lebih menarik, dan (5) memproduksi kreasi baru, mengembangkan apa yang telah dibaca.
Rubin (1995:154) menyatakan bahwa membaca pemahaman cerpen  “as reading to derive pleasure and enjoyment from books that fit some mood, feeling, or interest”.  Dengan kata lain apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang harus dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa. Apresiasi sebagai bagian dari kegiatan membaca pemahaman cerpen menurut Rosenblatt (1982:269, 1991:119) berada pada stansa estetik eferan (stance efferent). Artinya, dalam pengapresiasi siswa tidak sekedar mengambil informasi yang berkaitan dengan isi cerpen atau mencari beberapa simpulan logis dari cerpen tetapi dapat menghubungan masalah yang ada dalam cerpen dengan pengalaman sehari-hari.
Proses pembelajaran membaca pemahaman cerpen melibatkan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh hasil belajar secara optimal. Dalam proses tersebut, pebelajar diberi kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan yang mendukung ketercapaian tujuan. Kesempatan itu berupa kebebasan menggunakan bahasa dan gagasan secara kreatif, kebebasan memilih apa yang akan diungkapkan, dan kebebasan cara mengungkapkannya. Guru lebih berperan sebagai pengarah dan koordinator kegiatan pebelajar. Pebelajar bebas menceritakan isi cerpen yang dibacanya dengan sudut pandangnya. Dengan demikian, pebelajar terlibat secara mental-psikologis sehingga proses membaca pemahaman cerpen berlangsung secara optimal, yang pada akhirnya siswa dapat meningkatkan kualitas berpikir, bernalar, dan menambah wawasan serta kepekaan perasaannya untuk menulis ikhtisar cerpen dengan baik.
Pateda (1991:38) menyatakan bahwa keberanian mengemukakan gagasan baru dan menggunakan bahasa dapat menimbulkan kepercayaan diri siswa. Siswa tidak akan ragu-ragu sebab ia meyakini kemampuan dirinya untuk mengomunikasikan perolehannya secara lisan atau tulis.
Wakefield (1995) merumuskan berpikir kreatif  sebagai a meaningful response to any situation which calls for finding a problem and solving it in one`s own way. Berdasarkan rumusan tersebut dapat dikemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan menanggapi situasi secara bermakna dalam bentuk menemukan permasalahan dan kemungkinan pemecahannya  sesuai dengan cara yang ditemukan. Kualitas hasil pemecahan masalah tersebut ditentukan oleh empat hal pokok berikut.
(1) Pemikiran alternatif (divergent thinking) adalah kemampuan berpikir secara induktif yang memiliki tiga dimensi, yakni (a) kemampuan menggambarkan dan menentukan pengoperasian cara yang diperoleh sesuai dengan gambaran sasaran pemecahan masalah, (b) kemampuan menentukan karakteristik hubungan antara isi permasalahan yang akan dipecahkan dengan bentuk pemecahan masalah yang digunakan, dan (c) gambaran hasil pemecahan masalah dalam kategori-kategori tertentu sesuai dengan kemungkinan karakteristik hasil yang dibuahkan.
(2) Pemikiran yang dalam (insighful thinking) adalah kedalaman penguasaan pengalaman dan pengetahuan awal yang relevan dengan fakta dan permasalahan yang akan dipecahkan. Kedalaman itu ditandai oleh kemampuan mengadakan komprehensi verbal, kecekatan membentuk persepsi, membandingkan dan menghubungkan persepsi yang satu dengan yang lain, dan kelenturan dalam mengadakan simbolisasi yang menyangkut lintasan-lintasan konsep sejalan dengan persepsi yang dibuahkan.
(3) Pemikiran logis adalah  kemampuan berpikir logis mengacu pada kemampuan memaknai dan menyimpulkan lintasan konsep yang teremban dalam simbol-simbol kebahasaan berdasarkan karakteristik hubungan gambaran makna dan ciri pertaliannya secara logis. Wakefield menghubungkan berpikir secara logika  ini dengan kemampuan berpikir deduktif dan convergent thinking (Wakefield,1995). Dinyatakan demikian karena berpikir secara logika menyangkut kemampuan membandingkan konsep atau prinsip umum yang digunakan dengan fakta permasalahan untuk membuahkan kesimpulan.
(4) Kemampuan batiniah adalah kemampuan yang mengacu pada daya kepekaan, konsentrasi pembangkitan ingatan secara asosiatif, visualisasi spatial, dan kecekatan memilih lintasan-lintasan gagasan dalam suatu pengerangkaan yang sistemis.
Secara sederhana berpikir kreatif dapat diartikan sebagai proses berpikir yang mengacu pada:
(1) kemampuan mengkreasikan dan menghasilkan sesuatu yang baru;
(2) kemampuan menemukan dan membentuk makna atau pengertian baru;
(3) kemampuan membentuk hubungan baru sehingga membuahkan gambaran ciri dan makna yang baru pula.

2.2.1 Periode dalam Membaca Pemahaman Cerpen
Periode dalam membaca pemahaman cerpen mengacu pada umumnya menyebutkan tiga periode membaca, yakni (1) prabaca, (2) saat baca, dan (3) pascabaca (Grabe,1991:36; Hennings,1991:353; Moorman dan Blanton,1990:175; Mason,dkk,1989:52). Berdasarkan ketiga periode tersebut, Whitehead (1994:25) menyarankan suatu prosedur membaca yang terdiri atas empat fase: (1) mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan membangkitkan kemampuan meramal isi teks, (2) merumuskan tujuan pelajaran membaca yang ingin dicapai, (3) menyimpan, menata, dan menggunakan hasil pemahaman, serta (4) mengomunikasikan hasil pemahaman kepada siswa lain.
Moorman dan Blanton (1990:176) mengemukakan lima kategori sebagai kerangka dalam merancang pembelajaran membaca: (1) pengaktifan (activating), (2) pemusatan (focusing), (3) pemilihan (selecting), (4) pengaturan (organizing), (5) pengintegrasian (integrating). Kategori pengaktifan dan pemusatan terjadi pada tahap prabaca; pemilihan dan pengaturan berlangsung pada tahap saat baca (siswa dapat memantau proses belajarnya); dan pengintegrasian berlangsung pada tahap pascabaca (siswa dapat mengintegrasikan informasi baru, menerapkan informasi yang diperolehnya untuk memecahkan masalah, dan menilai proses belajar mereka selama periode saat baca). Berdasarkan keterkaitan antara kelima kategori dan ketiga periode membaca di atas, Moorman dan Blanton menyarankan rancangan pembelajaran membaca yang terdiri atas tiga fase, yaitu (1) fase sebelum membaca, (2) fase membaca, (3) fase setelah membaca. Bertolak dari hal tersebut penelitian ini disederhanakan menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap penyelesaian (Aminuddin,1997:50).
Dalam pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman cerpen, guru harus mewujudkan tahapan-tahapan membaca pemahaman cerpen berdasarkan ketiga periode membaca (persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian). Ketiga periode membaca yang telah dikemukakan Whitehead, Moorman, dan Blanton, pada prinsipnya sama dengan yang dikemukakan Aminuddin, yakni menekankan pada pentingnya periode atau tahapan dalam membaca. Untuk melihat kualitas pembelajaran membaca pemahaman cerpen dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan berdasarkan tahapan-tahapan tersebut. Pendapat Whitehead, Moorman, Blanton dan Aminuddin, ada hubungannya dengan penelitian ini.

2.2.2 Memilih Materi Cerpen
Dalam memilih cerpen guru perlu mempertimbangkan dari segi isi dan tingkat kesulitan cerpen. Dari segi isi sebuah cerpen yang baik memiliki daya tarik yang tinggi bagi siswa. Dengan daya tarik yang tinggi cerpen akan memotivasi siswa membacanya dengan sungguh-sungguh. Hasil penelitian Asher (dalam Gebhard,1987) tentang minat baca anak-anak Amerika, menunjukkan bahwa anak-anak memiliki pemahaman yang lebih tinggi terhadap materi baaan yang menarik baginya. Hasil penelitian Gardner dan Gilingham (1991) juga menunjukkan bahwa pembaca memperoleh hasil yang banyak dari bacaan yang menarik, sebaliknya pembaca memperoleh hasil yang sedikit dari bacaan yang kurang menarik. Dari dua penemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bacaan cerpen yang kandungan isinya memiliki daya tarik bagi siswa akan memberikan motivasi yang tinggi siswa untuk membacanya.
Sikap positif terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerpen dapat ditumbuhkan dengan melibatkan siswa dalam pemilihan cerpen. Pelibatan ini akan menjadikan materi bacaan cerpen tersebut sesuai dengan minat siswa. Langkah yang dapat ditempuh guru adalah dengan mengadakan diskusi dengan siswa. Dari diskusi tersebut, guru memperoleh gambaran tentang cerpen yang sesuai dengan minat siswa.
Haris dan Sipay (1980:92) menyarankan agar guru memilih cerpen yang cukup mudah untuk dipahami, dalam arti tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Materi yang demikian memungkinkan pembelajaran yang efektif, siswa dapat berkonsentrasi pada ide-ide atau kata-kata baru, mengembangkan kelancaran, dan mengurangi membaca. Gebbard (1987) menambahkan bahwa dengan memilih bacaan yang mudah, siswa akan memperoleh pemahaman yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman yang telah dimilikinya, yang disebut dengan i+1.



2.3       PENDEKATAN PROSES
Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang pada intinya berisi konsepsi bahwa pengalaman belajar yang  bermakna diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan guru. Sesuatu yang dijelaskan oleh guru akan dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari dan disimpulkan sendiri oleh siswa setelah menghayati sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran (Aminuddin,1998:8)
Prinsip utama pendekatan proses adalah pembelajaran bahasa merupakan proses menggambarkan, memaknai, memilah, dan memaparkan pengertian dalam berbagai bentuknya. Proses tersebut ditinjau dari kegiatan belajarnya tidak berlangsung secara serempak, tetapi ditempuh melalui tahapan tertentu, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut (Aminuddin,1997:50).
Dalam pendekatan proses, pembelajaran berbahasa secara reseptif menuntut kemampuan siswa berpikir secara kritis dan kreatif untuk menemukan dan menyusun gagasan dalam cerpen dan mengomunikasikannya dengan baik. Penyusunan gagasan tersebut ditentukan oleh pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Proses berpikir ini berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lain karena dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan pengetahuan formal yang dimiliki siswa.
Ditinjau dari kesejajaran berpikir anak pada setiap tahapan kegiatan belajarnya, dalam kegiatan belajar membaca terdapat keterpaduan hubungan sebagai berikut. Pada tahap sebelum membaca, siswa: (1) memahami bacaan dan menggambarkan tujuan serta sesuatu yang akan dibaca, (2) mempunyai pengalaman membaca, (3) persiapan diri sebagai pembaca. Pada tahap selama membaca, siswa: (1) berusaha memahami isi bacaan secara garis besar yanga berfokus pada satuan pengertian secara garis besar, membentuk, dan merevisi pemahaman, (2) berusaha memahami isi bacaan secara lengkap dan rinci, membaca ulang, merefleksikan, memikirkan kembali, dan menilai secara kritis, (3) berusaha mengerti apa yang dimaksudkan oleh pengarangnya. Pada tahap setelah membaca, siswa: (1) menanggapi isi bacaan dalam hati, menuliskan, mengemukakan secara lisan/tulisan, (2) membicarakan isi bacaan dengan siswa lain atau berdiskusi dengan guru, (3) merasa menemukan pengalaman dan pemahaman sejalan dengan satuan-satuan pengertian yang telah dibentuk dan disimpulkan.
Ditinjau dari perspektif pendekatan proses membaca  bermula dari terdapatnya stimulus. Respon atas stimulus tersebut dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, dan dorongan timbulnya komitmen dari guru. Kegiatan membaca menempuh kegiatan persiapan, kegiatan dalam membaca, dan kegiatan lanjutan yang dilaksanakan setelah kegiatan dalam membaca selesai. Membaca merujuk pada tulisan dan penanda bunyi yang membentuk hubungan secara melingkar. Bull (1989 dalam Aminuddin,1997:52) menggambarkan hubungan yang demikian seperti bagan berikut.



           
Stimulus untuk membaca






Pengembangan                                                                                                                                                                           Observasi






Tanggapan                                                                                                                                                                       Tanggapan






Komprehensi                                                                                                                                                            Skimming


                                                     Pembacaan ulang

Bagan 2.1: Model Proses Membaca
Bertolak dari bagan di atas dapat dikemukakan bahwa ketika pebelajar memperoleh stimulus untuk membaca, tanggapan yang pertama kali muncul adalah mengobservasi bacaan, khususnya gambaran isi bacaan tersebut secara umum. Tanggapan berikutnya adalah membaca teks pada bagian-bagian yang dianggap penting. Setelah itu pembaca melakukan pembacaan ulang guna memperoleh pemahaman secara lebih detail dan menyeluruh. Tanggapan terakhir adalah mengemukakan hasil pembacaan secara lisan/tulis dan mediskusikan hasil membaca dengan pembaca/siswa lain. Dalam kegiatan tersebut pembaca secara dinamis menghubungkan pengalaman dan pengetahuannya dengan pengetahuan dan pengalaman dalam bacaan/teks, teman, guru, keluarga dan orang lain yang menaruh perhatian pada kegiatan membaca yang dilakukannya.
Kemampuan memanfaatkan pengalaman dan pemahaman baru tidak berlangsung secara otomatis, melainkan memerlukan proses berpikir tertentu. Menurut pandangan konstruktivisme, berpikir dipandang sebagai aktivitas kognitif  yang dilandasi oleh motif intrinsik tertentu (Bruner,1963 dalam Aminuddin, 1997:57). Konsepsi demikian memberikan gambaran bahwa proses belajar dan aktivitas berpikir terhayati dan menghasilkan sesuatu yang bermakna apabila intensi dan kehendak untuk melakukan kegiatan itu tumbuh dari kesadaran batin pebelajar sendiri. Melalui aktivitas demikian,  pebelajar diharapkan menemukan berbagai pemahaman, cara, bentuk pemecahan masalah, dan pengalaman baru.
Siswa memahami pembelajaran yang dilakukan sebagai tugas penemuan pemahaman yang harus dilakukannya sendiri dari mempelajari sesuatu, sehingga mereka  memiliki kecenderungan mengembangkan pemahaman mereka secara lebih bermakna sebagai ungkapan rasa puas karena berhasil menguasai sesuatu atas inisiatif mereka sendiri.
Berorientasi pada taksonomi Bloom,  kemampuan yang diharapkan diperoleh siswa dalam belajar berdasarkan strategi kognitif, antara lain: menemukan unsur dan hubungan antarunsur dalam cerpen secara induktif. Fungsinya mengatur dan mensistematisasikan kegiatan berpikir dalam proses belajar. Kategori performansinya berupa kegiatan pemecahan masalah dalam kegiatan praktik secara efektif dan bermakna. (Aminuddin,1997:50-53).

2.3.1    Prinsip Dasar Pendakatan Proses
Perspektif dasar pendekatan proses adalah kegiatan belajar mengajar yang menekankan pada pembentukan pengalaman dan keterampilan siswa dalam memperoleh perolehannya selama proses pembelajaran dan mengkomunikasikannya secara lisan aatau tertulis. Prinsip utama pendekatan proses adalah P3 (penggambaran, pemaknaan, dan pemaparan). Penggambaran mengacu pada sesuatu yang dimaknai akan dinyatakan. Pemaknaan mengacu pada proses pembuahan pengertian dari sesuatu yang diresapi untuk diproduksikan. Pemaparan mengacu pada penyampaian hasil pemahaman secara lisan atau tulis. Ditinjau dari proporsi waktunya KBM berdasarkan pendekatan proses digunakan dalam (1) pengajaran langsung (3%), (2) latihan dan tugas (77%), dan (3) klarifikasi ataupun pengambilan kesimpulan (20%) (Bull,1989 dalam Aminuddin,1997:146).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa melalui pendekatan proses guru lebih mengorientasikan KBM yang diselenggarakan pada kegiatan penerapan yang dilakukan siswa. Pembelajaran tersebut merujuk pada kegiatan membaca, menulis, wicara, dan apresiasi sastra. Dalam pendekatan proses aktivitas penerapan juga melibatkan guru sebagai model sehingga memerlukan commitment by teachers and learners to become involved in learning how to learn (Bull,1989). Guru juga terlibat sebagai “pebelajar” guna memahami proses dan cara membaca melalui kegiatan pembelajaran membaca.
Keterlibatan guru sebagai “pebelajar” tidak sepenuhnya sama dengan siswa. Dalam pembelajaran reseptif, yakni membaca, keterlibatan guru berupa kegiatan berikut.
(1)   Guru mempelajari materi membaca sebelum diangkat dalam pembelajaran di kelas. Yang dipelajari guru dalam hal ini adalah (a) kesesuaian bahan dengan tingkat kesiapan siswa ditinjau dari aspek bahasa dan isi; (b) karakteristik bahan ditinjau dari hubungan antara judul dengan isi dan pokok-pokok pikiran dalam materi bacaan, (c) proses berpikir dalam memahami dan implikasinya dalam proses pembelajaran, (d) prediksi menyangkut kemungkinan kesulitan yang dialami siswa, dan (e) prediksi yang menyangkut kemungkinan dikembangkannya penilaian proses.
(2)   Melalui pengajaran langsung, guru memberitahukan tujuan membaca dan menjelaskan cara mencapai tujuan. Dalam pembelajaran membaca, isi pemberitahuan itu misalnya (1) baca cerpen berjudul “Pengakuan” secara cepat dan pahamilah kerangka isinya, (2) gambarkanlah kemungkinan isi dan sejumlah pertanyaan yanag berkaitan dengan isi bacaan, (3) baca lagi teks secara cermat guna menguji apakah kemungkinan yang digambarkan itu benar dan  jawaban pertanyaan dapat diperoleh, (4) buatlah catatan yang menyangkut hal-hal penting dalam bacaan sesuai dengan informasi dan pengetahuan lain yang ingin kalian ketahui, dan (5) baca ulang teks secara menyeluruh untuk mempeoleh pemahaman secara utuh.
(3)   Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa. Dalam hal ini ada kemungkinan guru harus melakukan kegiatan pengarahan ulang. Setelah siswa melakukan kegiatan membaca cepat, guru mengecek apakah siswa telah mempunyai gambaran isi dan pertanyaan yanag menyangkut sesuatu yang ingin mereka ketahui secara benar. Seandainya kegiatan itu belum dilakukan secara benar, guru perlu mengadakan pengarahan ulang untuk memandu ulang proses belajar siswa.
(4)   Guru mengadakan klarifikasi/tanya jawab/tindak lanjut. Kegiatan ini untuk memahami hasil pembelajaran, membahas  berbagai permasalahan yang belum diselesaikan siswa, dan menjelaskan manfaat dan hubungan antara pengalaman belajar yang diperoleh siswa dengan pembelajaran berikutnya.
Penggunaan pendekatan proses dalam pembelajaran memerlukan panduan pola aktivitas belajar. Salah satu panduan aktivitas belajar tersebut adalah pola  pemecahan masalah. Berdasarkan pola itu, tugas guru dalam KBM adalah menentukan masalah yang harus diselesaikan siswa, menjelaskan cara memperoleh informasi guna memecahkan masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan cara pemecahan yang bisa dipilih siswa, menentukan prioritas kegiatan/tindakan yang perlu dilakukan siswa, memberi peluang siswa untuk melakukan tindak uji coba dan mengandung resiko, dan meminta siswa untuk menilai hasil pemecahan masalah/temuan pemahamannya.
Kegiatan menyimak, membaca, wicara, dan menulis pada dasarnya juga mengandung pemecahan masalah.  Menurut Ling (1996), dalam proses pemecahan masalah guru perlu memahami hal-hal berikut: (1) masalah memiliki kemungkinan diselesaikan melalui berbagai cara. Tidak ada satu cara yang tepat untuk semua masalah. Cara yang diajukan guru belum tentu cocok bagi siswa. (2) setiap pemecahan masalah melibatkan tindak uji coba dan mengandung resiko. (3) Pemecahan masalah melibatkan berbagai keterampilan, pengetahuan, pengalaman, sikap, dan nilai. (4) Pemecahan masalah memerlukan perencanaan dan strategi yang jelas. (5) Pemecahan masalah memerlukan kontrol dan pemantauan proses.
(6) Pemecahan masalah memerlukan daya imajinasi, kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan inisiatif. (7) Pemecahan masalah melibatkan refleksi dalam aksi. (8) Pemecahan masalah memerlukan dukungan dan “hadiah”.
Dalam metakognisi anak, keterampilan memecahkan masalah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berpikir kritis dan daya kreativitas. Berdasarkan strategi kognitif yang dikembangkan, siswa dihadapkan pada sejumlah kemungkinan pemecahan masalah dengan hasil yang belum dapat dipastikan. Dalam hal demikian anak harus didorong untuk berani berbuat salah dan mempelajari kesalahannya demi hasil yang lebih baik.

2.3.2 Perencanaan Prosedur Belajar Mengajar
Komponen penting pengajaran bahasa adalah pendekatan, metode, dan teknik (Richards dkk, 1985:15). Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang berkaitan dengan hakikat bahasa dan pengajaran bahasa. Metode adalah penerapan pendekatan, yang meliputi keterampilan yang akan diajarkan, materi-materi yang akan digunakan, dan urutan materi yang akan disajikan. Teknik adalah prosedur yang terinci tentang cara pengajaran bahasa di kelas.
Richards dan Rodgers (1989:16) menyatakan bahwa pendekatan dan metode dikaji dalam desain, yakni tingkatan tempat menentukan tujuan, silabus, dan isi. Serta merupakan wadah menetapkan peran:para pengajar,  para pebelajar, dan bahan pengajaran. Fase implementasi (yang merupakan tingkatan teknik menurut Anthony) ini mereka acukan dengan istilah yang lebih komprehensif yaitu prosedur. Jadi, pendekatan, secara organisatoris ditentukan oleh suatu desain, dan secara praktis direalisasikan dalam prosedur. Selaras dengan pendapat tersebut, Syaf i`ie (1993:7) mengatakan bahwa pendekatan bersifat aksiomatis, dalam arti kebenaran teori.
Penelitan ini menggunakan pendekatan proses dengan strategi tanggapan dan penggambaran ulang. Pengertian strategi pengajaran tersebut adalah pola kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis sesuai dengan gambaran hasil belajar sebagaimana topik dan fokus pembelajarannya. (Ruddel,1993). Pola kegiatan pembelajaran disusun secara konseptual dan teoritis berdasarkan karakteristik isi pembelajaran dan gambaran proses belajar yang diidealkan. Sebab itu, masih memiliki peluang dimodifikasi secara kontekstual. Berdasarkan pendekatan  proses dan strategi pengajaran STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang) yang dipilih guru lebih lanjut menyusun seperangkat konsep yang secara prosedural dapat digunakan untuk mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Dalam menggarap aspek prosedural tersebut, guru perlu memperhitungkan teknik yang digunakan. Teknik tersebut misalnya teknik kelompok kerja, diskusi kelas, permainan peran, ramu pendapat (Callahan,1992). Penelitian ini menggunakan teknik diskusi kelas dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen, sebab siswa mengadakan diskusi kelas dalam tahap pascabaca.
Ditinjau dari konsepsi pendekatan terpadu, karya sastra dapat dijadikan landasan pengembangan program pengajaran (literature-based program) (Norton, dan Norton,1994). Sementara itu ditinjau dari penyampaian isi dan proses pembelajarannya karya sastra dapat dijadikan landas tumpu dalam pembelajaran membaca, menyimak, menulis, dan wicara (Rubin,1995 dalam Aminuddin,1997:159).

2.3.2.1 Prosedur pembelajaran berdasarkan Strategi Tanggapan dan Penggambaran Ulang (STPU)
Prosedur pembelajaran membaca pemahaman cerpen memiliki tahapan tersebut di bawah ini.
Eksplorasi
Siswa dan guru membaca cerita dalam hati tanpa diinterupsi. Pada tahap ini, cerita dipilih guru  bersama siswa dengan mempertimbangkan potensi cerita itu sebagai bahan pembelajaran. Cerita yang dipilih bernuansa fotografi, sebab siswa di sekolah itu ada yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler fotografi yang digabung dengan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, Smadangpala, PMR dan UKI. Setelah selesai, guru membuat bagan di papan tulis. Bagan tersebut untuk memandu siswa menggambarkan unsur instrinsik cerpen. Struktur instrinsik cerpen mengacu pada realitas imajiner dan fiksional dalam teks. Unsur ekstrinsik cerpen mengacu pada hubungan realitas dalam teks dengan gambaran dunia faktual (realita kehidupan sehari-hari) dan gambaran realitas yang diidealkan pembaca.
Pada tahap pertama, siswa dapat mengemukakan isi cerpen secara umum Tahap kedua, tanggapan siswa  berpusat pada unsur instrinsik cerpen berdasarkan bagan yang dibuat oleh guru. Bagan tersebut, sebagai berikut.
















Bagan 2.2: Pemetaan Story-Grammar

Strukturasi
Setelah siswa menggambarkan hasil pembacaannya berdasarkan bagan seperti yang telah dipaparkan di atas guru meminta siswa membaca ulang cerita sambil berusaha menjawab pertanyaan (1) apakah masalah yang dihadapi pelaku, di mana titik puncak permasalahan itu berlangsung, dan bagaimana penyelesaian permasalahannya, (2) apakah perbedaan ciri dan perwatakan pelaku yang satu dan yang lain, dan (3) bagaimanakah hubungan antara gambaran realitas dalam teks dengan kenyataan kehidupan dan harapan, cita-cita, serta kehidupan yang diidealkan siswa.

Inferensi dan klarifikasi
Pada bagian ini guru dan siswa melakukan tanya jawab. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk memantau tingkat penguasaan siswa dalam membaca cerita. Kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan penyampaian tanggapan siswa atas perwatakan pelaku, gambaran peristiwa, pendapat pengarang yang berhubungan dengan kenyataan kehidupan dan tanggapan personal sebagai prakonsepsi untuk kegiatan lanjutan.

Intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi
Melalui kegiatan intertekstualisasi, siswa membandingkan hasil pembacaannya dengan bacaan lain pada umumnya. Dalam skematisasi, siswa menyusun pemahaman secara intertekstual tersebut secara tertulis dan membahasnya melalui diskusi kelompok/kelas. Kegiatan rekreasi dapat diselenggarakan dalam bentuk pembacaan cerpen secara lisan, atau menulis ikhtisar cerpen, dan lain sebagainya.

2.3.3 Penerapan Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen
Tahap persiapan membaca pemahaman cerpen adalah menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa, memperkenalkan cerpen dan memberitahukan tujuan membaca, menjelaskan cara mencapai tujuan, serta menerangkan unsur-unsur pembentuk cerpen, menggali skemata dan minat baca siswa dan memperlihatkan gambar untuk memprediksi isi cerpen.
Tahap pelaksanaan membaca pemahaman cerpen berupa kegiatan eksplorasi, yaitu kegiatan  membaca cerpen dalam hati bersama siswa secara cepat tanpa diinterupsi, menanyakan gambaran isi cerpen secara umum dan bagian cerita yang penting kepada salah seorang siswa, dan membuat bagan di papan tulis untuk menggambarkan unsur-unsur instrinsik cerpen. Pada tahap strukturasi, guru membimbing siswa membaca dan mencatat bagian-bagian penting dari cerpen. Pada tahap inferensi dan klarifikasi, guru menugasi siswa menggambarkan kemungkinan isi cerpen dan membuat sejumlah pertanyaan tentang isi cerpen, mengecek apakah siswa telah mempunyai gambaran tentang isi dan pertanyaan yang sesuai, menyuruh siswa membuat catatan tentang hal-hal penting dalam bacaan sesuai dengan yang diinginkan siswa, menyuruh siswa membaca ulang teks secara menyeluruh guna menemukan pemahaman cerpen secara utuh, dan menyuruh siswa untuk berdiskusi  antarteman.
Tahap penyelesaian membaca pemahaman cerpen berupa kegiatan intertektualisasi, skematisasi, rekreasi yakni: mempersilakan siswa untuk presentasi di depan kelas, mengadakan klarifikasi/ tanya jawab/ tindak lanjut untuk memecahkan persoalan siswa, dan memberikan tes tertulis

2.3.4 Penilaian Proses dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Pengukuran keberhasilan pembelajaran membaca cerpen merupakan suatu proses yang sistemis, yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi untuk menentukan atau membuat keputusan tentang ketercapaian pembelajaran (Gronlund,1976:5-6; Suyono, dkk,1995:119).
Penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerpen dilakukan dengan dua cara, yakni penilaian proses dan penilaian hasil (lampiran 1). Penilaian proses dilakukan dengan mewawancarai siswa untuk memahami dan mengatasi problem belajarnya, mempelajari berbagai tanggapan pribadi siswa, menimba refleksi pengalaman belajar siswa, mengisi portofolio sesuai dengan daftar pertanyaan yang diajukan oleh guru dan hasil pengerjaan tes yang menuntut proses berpikir, bukan mengingat.
Stiggins (dalam Aminuddin,1997:164) mengemukakan, assessment and teaching can be one and the same (Stiggins,1994). Stiggins beranggapan bahwa asesmen sebagai penilaian proses menyatu dalam dan sama dengan pengajaran karena tugas guru dalam melaksanakan pengajaran pada dasarnya adalah membuat siswa belajar, memahami karakteristik perkembangan belajarnya, memahami kesulitan yang dialami siswa untuk kemudian memberikan bimbingan dan pilihan cara pemecahannya. Penilaian hasil lebih diorientasikan pada keperluan administratif, misalnya untuk pengisian rapor dan dilaksanakan dalam satuan waktu tertentu, sementara itu penilaian proses dilaksanakan secara rutin karena senantiasa menyertai kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru. Oleh sebab itu, pencantuman butir penilaian hasil idealnya tidak dicantumkan pada setiap pertemuan dalam program satuan pelajaran. Yang perlu selalu dicantumkan sebenarnya adalah penilaian proses.
a)   Sasaran Penilaian Proses
Tujuan penilaian proses adalah (1) memahami problema dan tingkat perkembangan pebelajar dalam memahami dan menguasai isi pembelajaran, (2) menemukan data analisis yang dapat dijadikan dasar dalam memecahkan masalah pebelajar, dan (3) memecahkan problema belajar, mempertahankan, serta mengembangkan kualitas proses pembelajaran. Ditinjau dari sasarannya, penilaian proses dapat diacukan pada taksonomi kemampuan yang diajukan Gagne dan Brigss. Taksonomi tersebut adalah (1) keterampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) informasi verbal, dan (4) sikap.
Penilaian proses juga bisa dilakukan dengan sasaran sebagai berikut (1) tingkat pengetahuan sesuai dengan materi dan isi pembelajaran, (2) tingkat pemahaman pebelajar dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah, baik ditinjau dari penggunaannya secara prosedural, menemukan bahan pemecahan masalah, memaknai, dan memberikan penalaran, (3) tingkat penguasaan pebelajar dalam menerapkan pemahaman secara relevan dalam bentuk kegiatan, misalnya kegiatan menyusun pertanyaan, (4) kemampuan pebelajar dalam menunjukkan hasil kerja secara kreatif, misalnya membacakan cerpen dengan proses pemaknaan yang dilakukan sebelumnya, (5) sikap, minat, motivasi belajar, komitmen, rasa keterlibatan dalam proses memahami isi pembelajaran, kerja sama, dan empati pada teman (Stiggins, 1994).
b)   Penilaian Proses dalam Pembelajaran Reseptif
Penilaian proses dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pembelajaran bahasa secara reseptif yakni membaca untuk mendapatkan gambaran karakteristik belajar membaca siswa, dapat digunakan teknik portofolio.
Tirney, dkk menjelaslan bahwa portofolio adalah cara untuk memperoleh informasi tentang pengalaman dan pemahaman siswa yanag berkaitan dengan bentuk-bentuk aktivitas yang pernah dilakukannya di dalam dan di luar sekolah, tanggapan siswa atas sesuatu yang dipelajari, tanggapan siswa atas perkembangan belajarnya, penilaian diri atas penguasaan yang dicapai, dan harapan-harapan mereka terhadap sesuatu yang mereka pelajari (Tirney,dkk,1991). Bentuk portofolio yang dapat dimanfaatkan antara lain pembuatan jurnal dan logs. Lewat logs siswa menentukan (1) tujuan belajarnya, (2) hal yang telah dipahami, dan (3) hal yang diharapkan nanti.
Guru juga dapat menggunakan kuesioner sebanyak satu kali dalam satu catur wulan untuk penilaian proses. Bentuk dan isi kuesioner tersebut bisa bermacam-macam, sesuai dengan tujuan dan target hasil yang hendak diperoleh. Berbeda dengan pengamatan dan tanya jawab langsung, penggunaan kuesioner lebih banyak mengacu pada perolehan informasi umum tentang siswa dan proses belajarnya. Karakteristik umum tersebut bisa berhubungan dengan pola berpikir siswa dalam meresepsi isi teks, bentuk kerja sama antarsiswa, dan aktivitas siswa yang lain di luar jam pelajaran yang sejalan dengan topik yang dipelajari.
Penilaian proses dengan kuesioner pada dasarnya dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa  reseptif. Bertolak dari prinsip bahwa bahan bacaan dapat disebut sebagai teks di bawah ini diberikan contoh penilaian proses melalui kuesioner yang sebenarnya juga dapat digunakan dalam bentuk tanya jawab di kelas atau wawancara klinis (lampiran 2). Lewat cara yang sangat sederhana, guru dapat menanyakannya secara klasikal. Siswa yang hendak menjawab cukup mengacungkan tangan. Dari tanggapan siswa, guru memperoleh gambaran tentang proses belajar membaca siswa.
Penilaian proses idealnya juga disesuaikan dengan karakteristik materi dan isi pembelajaran sebagaimana tergambarkan dalam jabaran hasil analisis pembelajarannya. Konsepsi demikian memberikan gambaran bahwa sebelum melakukan penilaian proses, guru harus sudah memiliki penghayatan, peta konkret, prediksi permasalahan yang muncul dalam proses belajar, dan berbagai kemungkinan pemecahannya.
Gambaran hubungan jabaran pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian proses dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian proses tersebut dapat diikuti penggunaan portofolio dengan format seperti pada Lampiran 4.
Paparan penilaian proses pada Lampiran 4 bisa saja memberikan kesan bahwa penilaian proses itu sangat kompleks dan rumit. Pemikiran demikian tidak terlampau salah apabila penilaian proses itu digarap secara cermat dan detail. Akan tetapi, sebaiknya penilaian proses tersebut diselenggarakan secara kontekstual,  yanag dilakukan (a) berdasarkan esensi penggunaannya, yakni untuk membantu proses belajar siswa, (b) secara kontekstual, dalam arti disesuaikan dengan tujuan khusus pembelajaran dan kemungkinannya untuk dilaksanakan, dan (c) secara otentik, dalam arti menilai proses belajar berbahasa siswa yang dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya pengamatan, tanya jawab, hasil pengerjaan tugas, dan pengisian kuesioner.
Dalam hal penggunaan asesmen alternatif, guru perlu memahami “peta proses berpikir” dan hubungannya dengan kegiatan belajar yang dilakukan. Pemahaman peta tersebut  akan memberikan gambaran secara prediktif dari jawaban pertanyaan, Bagaimanakah proses belajar siswa ketika mempelajari isi cerpen, dan bagaimanakah kemungkinan karakteristik dan proses berpikirnya? Berdasarkan jawaban pertanyaan tersebut, guru dapat meramalkan kemungkinan hambatan yang akan ditemui siswa ketika menempuh proses pembelajaran sejalan dengan isi pembelajaran yang mesti dikuasainya.
Pada pelaksanaan penilaian proses terdapat empat kegiatan pokok untuk guru, yaitu (1) melakukan pengamatan mengumpulkan data, (2) merefleksikan hasil pengamatan sebagai proses analisis data dan pemaknaan, (3) menyusun alternatif pemecahan masalah sebagai proses pengambilan kesimpulan, dan (4) memanfaatkan hasil penelitian sebagai pembahasan hasil temuan secara dialogis. Oleh sebab itu, guru merupakan peneliti yang senantiasa mengadakan refleksi dan aksi dalam peristiwa pembelajaran  (Patterson,dkk, 1993 dalam Aminuddin,1997:173).

2.4 LANGKAH-LANGKAH MEMBACA PEMAHAMAN CERPEN DI SMU
Aspek-aspek yang termuat dalam pembelajaran meliputi aspek (1) menyimak, (2) wicara, (3) membaca, (4) menulis, dan (5) apresiasi cerpen. Fokus pembelajaran membaca adalah (1) membaca cepat, (2) membaca komprehensif, (3) membaca kritis, (4) membaca lisan, (5) membaca dalam area isi, dan (6) membaca estetis atau apresiatif. Berkaitan dengan fokus pembelajaran membaca di atas, fokus penelitian ini adalah pembelajaran membaca komprehensif, yang mencakup isi, proses, dan penguasaan hasil pembelajaran sesuai dengan jenis kegiatan membaca.
Karya sastra atau cerpen dapat dijadikan landas tumpu dalam pembelajaran membaca (Rubin,1995). Berkaitan dengan hal itu, isi pembelajaran membaca pemahaman cerpen adalah memahami rangkaian cerita, penokohan, perwatakan, latar, inti gagasan dalam cerpen secara komprehensif dan tindak lanjut membaca secara rekreatif. Sementara itu, dalam proses pembelajaran membaca pemahaman cerpen meliputi menggambarkan peristiwa, pelaku, tampilan dan lakuan pelaku dan membandingkannya dengan pengalaman dan pengetahuan pembaca untuk menentukan rangkaian cerita, kemungkinan tahapan plot, perwatakan, peranan latar, inti gagasan, serta nilai kehidupan yang terpapar di dalamnya dan pemanfaatannya dalam mengembangkan daya imajinasi, kemampuan berpikir kritis, dan daya kreativitas siswa.
Pembelajaran yang berfokus pada pengembangan isi cerpen dilakukan berdasarkan tahap literal, tahap pembayangan dan reorganisasi ide, tahap inferensial, tahap evaluasi, dan tahap apresiasi. Pada tahap literal, siswa membaca teks secara eksploratif untuk memperoleh gambaran maknanya, menghadirkan realitas imajiner dalam teks dan membandingkannya dengan realitas faktual,  menghubungkan realitas imajiner dalam teks sebagai rangkaian peristiwa, rangkaian cerita yang dihadirkan secara fiktif dan membandingkannya dengan dunia luar secara eksploratif, menggambarkan kemungkinan perbedaan peran pelaku, gambaran perwatakan, dan fungsi pelaku dalam mengemban tema dan gagasan pengarangnya. Tahap pembayangan dan reorganisasi ide mencakup kegiatan  menggambarkan hubungan antara objek, peristiwa, dan dunia fiksional dalam teks dengan gambaran dunia faktual; menafsirkan kemungkinan pengertian yang tersirat dalam gambaran objek, peristiwa, dan realitas fiksional dalam teks dengan konsepsi/wawasan tertentu dengan gambaran dunia faktual dan dunia ideal yang dibentuk pembaca; menyusun formasi isi literal teks dalam bentuk rangkaian cerita, prakonsepsi tahapan cerita yang membentuk plot, peran pelaku, prakonsepsi yang menyangkut perwatakan pelaku, dan sudut pandang pengarang, dan sebagainya; menggambarkan berbagai kemungkinan nilai kehidupan dalam teks yang dibaca berdasarkan gambaran pelaku, peristiwa, dan dunia fiksional dalam teks pada umumnya setelah dibandingkan dengan dunia faktual dan dunia yang diidealkan pembaca. Tahap inferensial mencakup kegiatan menyusun bagan atau hubungan elemen-elemen cerita secara struktural, menentukan perwatakan pelaku berdasarkan alasan dan bukti tertentu secara tentatif, menentukan tema dengan didasarkan pada landasan berpikir dan bukti tertentu secara tentatif, menghubungkan motif, karakter, dan cara pembentukan interaksi pelaku dibandingkan dengan dunia faktualnya guna memahami nilai tersiratnya, menyusun gambaran nilai-nilai kehidupan dalam prosa fiksi melalui perbandingan penampilan pelaku dan peristiwa dalam teks dibandingkan dunia faktualnya, membuat prediksi seandainya pelaku X tidak melakukan sesuatu, seandainya hubungan pelaku X dan Y tidak sebagaimana yang  digambarkan pengarang, seandainya peristiwa tertentu tidak terjadi, dan sebagainya. Tahap evaluasi mencakup kegiatan membedakan sesuatu yang bersifat faktual, fiktif, dan realitas yang mungkin terjadi dan yang imajiner; menilai kesesuaian antara nilai kehidupan dalam teks sebagai dunia yang diidealkan dibandingkan dengan kenyataan; menentukan penggambaran pelaku, peristiwa, hubungan, penggunaan gaya bahasa yang dianggap kurang tepat; memberikan alternatif agar prosa fiksi yang dibacanya lebih menarik, lebih enak dibaca, dan lebih mudah dipahami baik ditinjau dari penggunaan judul, pengelolaan bentuk maupun isinya. Tahap apresiasi mencakup kegiatan memberi tanggapan secara emotif menyangkut isi cerita seperti  menyenangkan, mengharukan, membosankan, menakutkan, dan berbagai kemungkinan bentuk tanggapan emotif lainnya; mengemukakan persetujuan, ketidaksetujuan, kekecewaan, dan bentuk tanggapan lain yang menyangkut pelaku dan peristiwa dalam cerita, menanggapi penggunaan gaya bahasa, cara menggambarkan pelaku maupun peristiwa serta unsur pembentuk cerita yang lain yang dianggap menarik; mengemukakan kembali cerita melalui pembacaan secara lisan, bermain peran, dan bentuk-bentuk kegiatan lain yang relevan dengan kegiatan menghayati cerita yang dibaca.

2.5 Kerangka Teori
Sesuai dengan kajian pustaka, disusunlah kerangka teori sebagai landasan dalam penelitian. Kerangka teori tersebut, meliputi (1) pendekatan proses, (2) membaca pemahaman cerpen secara kreatif, (3) strategi pengajaran dengan STPU, dan (4) pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen.

1) Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang intinya berisi konsepsi bahwa pengalaman belajar yang bermakna diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan oleh guru. Sesuatu yang dijelaskan oleh guru akan dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari dan disimpulkan sendiri oleh siswa setelah menghayati sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran. Proses tersebut tidak berlangsung secara serempak, tetapi ditempuh oleh siswa melalui tahapan tertentu, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian.
Dalam pendekatan proses, pembelajaran membaca pemahaman cerpen menuntut kemampuan siswa berpikir secara kritis dan kreatif untuk menemukan dan menyusun gagasan dalam cerpen dan mengomunikasikannya dengan baik. Penyusunan gagasan tersebut dituangkan dalam kegiatan menulis ikhtisar cerpen yang disesuaikan dengan pengalaman dan skemata siswa masing-masing. Penyusunan gagasan tersebut ditentukan oleh pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Proses berpikir ini berbeda siswa satu dengan siswa yang lain karena dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan pengetahuan formal yan dimiliki oleh siswa.

2) Membaca Pemahaman Cerpen  secara Kreatif
Membaca pemahaman cerpen secara kreatif adalah pemahaman cerpen secara kreatif dengan mengajukan pilihan baru tanpa diikat gambaran pengertian dalam cerpen, menemukan pemecahan masalah yang didasarkan problema yang ditemukan oleh siswa dalam cerpen, dan siswa mengajukan pendapat baru yang berbeda dengan pendapat yang diajukan oleh pengarang cerpen tetapi bertolak dari fakta yang sama. Proses berpikir yang terlibat adalah menemukan dan mengembangkan alternatif secara luwes, memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam cerpen dengan situasi baru, dan menemukan sejumlah cara yang tepat guna menghasilkan gagasan baru dengan alternatif yang diajukan oleh siswa. Proses berpikir siswa mengacu pada kemampuan mengkreasikan dan menghasilkan gagasan yang baru; menemukan dan membentuk makna atau pengertian baru; dan membentuk hubungan baru sehingga menghasilkan gambaran ciri dan makna yang baru pula.

3) Strategi Tanggapan Penggambaran Ulang
Strategi yang digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen ini dengan pendekatan proses adalah STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang). Strategi ini diaplikasikan melalui tahapan, yaitu (1) tahap eksplorasi, (2) tahap strukturasi, (3) tahap inferensi dan klarifikasi, dan (4) tahap intertekstualisasi, skematisasi, dan rekreasi.
Pada tahap eksplorasi, siswa membaca cerpen dalam hati secara cepat, menggambarkan isi cerpen secara garis besar, dan menguraikan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku. Pada tahap strukturasi, siswa menjawab pertanyaan pengarah dari guru tentang bagian-bagian penting cerpen seperti, (1) apakah masalah yang dihadapi pelaku, (2) di manakah titik puncak permasalahan itu berlangsung, (3) bagaimanakah penyelesaian permasalahannya, (4) apakah perbedaan ciri dan perwatakan pelaku yang satu dan yang lain, dan (5) bagaimanakah hubungan antara gambaran realitas dalam teks dengan kenyataan kehidupan dan harapan, cita-cita, serta kehidupan yang diidealkan oleh siswa. Pada tahap inferensi dan klarifikasi, siswa menyusun pertanyaan-jawaban yang ditanggapi oleh siswa lain atas perwatakan pelaku, gambaran peristiwa, pendapat pengarang yang berhubungan dengan kenyataan kehidupan dan tanggapan personal sebagai prakonsepsi untuk kegiatan lanjutan. Pada tahap intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi, melalui kegiatan intertekstualisasi siswa membandingkan hasil pembacaannya dengan bacaan lain, melalui skematisasi siswa memahami cerpen dengan presentasi, dan melalui kegiatan rekreasi siswa dapat menulis ikhtisar cerpen dengan baik.

4) Pengefektifan Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen dengan Pendekatan Proses
Pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen mengacu pada tujuan pembelajaran umum yaitu mengefektifkan kemampuan siswa dalam membaca cerpen dan membuat ikhtisarnya. Kegiatan membaca cerpen ini dengan menggunakan pemahaman membaca kreatif yang menuntut siswa menulis ikhtisar cerpen dengan gagasan baru yang mengacu pada permasalahan yang ada dalam cerpen dengan pemecahan masalah yang diajukan oleh siswa sesuai dengan pengalaman, skemata, dan hasil perolehan belajar siswa. Tujuan tersebut dijabarkan dalam tujuan pembelajaran khusus.
Pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen dengan pendekatan proses menggunakan STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang). Realisasi STPU melalui tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian.
Pada tahap persiapan, pembelajaran difokuskan pada kegiatan tanya-jawab tentang unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku. Menggali skemata siswa dengan memperlihatkan gambar dan judul yang sesuai dengan isi cerpen untuk memprediksi isi cerpen berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari kehidupan sehari-hari. Aktivitas siswa dalam kegiatan ini menjawab pertanyaan guru tentang unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku; dan memprediksi isi cerpen berdasarkan gambar dan judul cerpen dengan mengaitkan pengetahuan dan pengalaman.
Pada tahap pelaksanaan, aktivitas pembelajaran dilakukan melalui eksplorasi, (1) siswa membaca dalam hati secara cepat bersama guru, (2) siswa menggambarkan isi cerpen secara umum, dan (3) siswa menggambarkan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku dalam cerpen dengan bantuan bagan yang dijelaskan oleh guru; strukturasi, siswa menjawab pertanyaan pengarah tentang bagian-bagian penting cerpen; inferensi dan klarifikasi, siswa dapat menyusun pertanyaan-jawaban yang berhubungan dengan isi cerpen untuk memantau seberapa jauh siswa telah memahami isi cerpen sehubungan dengan pertanyaan yang mereka buat, dan siswa lain menanggapi bersama guru, siswa membaca ulang cerpen untuk menemukan pemahaman cerpen secara utuh, dan berdiskusi antarsiswa dan guru baik di kelas maupun di luar kelas.
Pada tahap penyelesaian melalui tahap intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi, siswa membandingkan cerpen yang dibaca dengan cerpen yang lain, presentasi, klarifikasi oleh guru dan siswa mengerjakan tes tertulis. Berikut ini bagan penerapan pendekatan proses dengan STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang) dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen.






Bagan 2.3 Penerapan Pendekatan Proses dengan STPU dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen
Text Box: Eksplorasi: membaca dlm hati sec cepat, menggambarkan isi cerpen sec umum, menguraikan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, perwatakan pelaku 



















2.1  PEMBELAJARAN CERPEN DI SMU
                              
Pembelajaran cerpen di SMU berdasarkan GBPP Bahasa Indonesia 1994 yang tertuang dalam tujuan kelas pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya untuk kelas 3 sebagai berikut “Siswa mampu menghayati karya sastra dan mampu memahami kritik dan esai sastra” yang  dibagi dalam beberapa caturwulan. Butir pembelajaran pada caturwulan 1 : Membicarakan tema karya sastra dan mengaitkannya dengan kehidupan saat ini. Butir pembelajaran pada caturwulan 2: (1) Membaca cerpen, novel, atau drama, dan membuat ikkhtisarnya. (2) Membaca karya sastra terjemahan dan membandingkan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam karya sastra itu dengan nilai budaya Indonesia. Butir pembelajaran pada caturwulan 3 : (1) Membaca karya sastra dan mendeskripsikan watak pelaku-pelakunya. (2) Membaca dan membahas karya sastra Indonesia yang telah mendapatkan penghargaan.


2.2  MEMBACA PEMAHAMAN CERPEN
Goodman (1996:2-3) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu proses dinamis untuk merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikodekan oleh penulis. Dalam proses ini, seorang penulis melakukan pengkodean linguistik yang kemudian diuraikan oleh pembaca untuk memperoleh makna. Penulis mengkodekan pikiran ke dalam bahasa, kemudian pembaca menafsirkan kode tersebut menjadi hasil pikiran dan makna. Dengan demikian di dalam membaca terjadi interaksi antara bahasa dan pikiran.
Douglas (dalam Cox, 1993:6) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tempat pembaca mengembangkan suatu kesadaran. Sejalan dengan itu, Rosenblatt (dalam Tompskin, 1991:267) berpendapat bahwa membaca merupakan proses transaksional. Proses membaca meliputi langkah-langkah selama pembaca membangun makna melalui interaksinya dengan bacaan. Dengan demikian, makna tidak semata-mata terletak pada teks atau pembaca saja.
Sebagai suatu proses yang kompleks, Paul C Burns, Betty D Roe, dan Elinor P Ross (Burns, 1996:6) menggambarkan bahwa kegiatan membaca terdiri atas dua bagian: proses membaca dan produk membaca. Produk membaca berupa komunikasi antara pembaca dan penulis, yaitu pemahaman pembaca atas gagasan penulis yang tertuang di dalam tulisan. Komunikasi terjadi dari pembentukan makna oleh pembaca melalui pengintegrasian pengetahuan latar dengan informasi yang disajikan dalam teks. Terjadinya komunikasi bergantung pada pemahaman, sedangkan pemahaman dipengaruhi oleh semua aspek yang terlibat dalam proses membaca. Dari segi proses, membaca merupakan kegiatan memadukan aspek-aspek yang terlibat dalam proses membaca secara harmonis sehingga terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Burns, dkk mengemukakan sembilan aspek yang terlibat dalam proses membaca. Dengan demikian, hakikat membaca juga dapat ditelusuri dari segi komunikasi antara penulis dan pembaca. Penulis bermaksud mengkomunikasikan gagasan tertentu kepada pembaca, sedangkan pembaca berusaha memahami secara utuh apa yang dimaksudkan oleh penulis.
Di sisi lain, Farris (1993:304) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep-konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang berkaitan dengan isi teks. Untuk memperoleh pemahaman, pembaca juga memadukan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.
Frederick McDonald (dalam Burns, 1996:8) mendefinisikan membaca sebagai rangkaian respon yang kompleks, diantaranya mencakup respon kognitif, sikap, dan manipulatif. Membaca dapat dibagi ke dalam sub-sub keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktivitas membaca dapat terjadi jika sub-sub keterampilan tersebut dilakukan secara bersama dalam suatu keseluruhan yang terpadu. Syafi`i (1997:7) juga menyatakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses mekanis, yang berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual, sedangkan proses psikologisnya berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.
Dari berbagai definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa membaca pemahaman cerpen pada hakikatnya merupakan suatu proses membangun makna dari suatu pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tulisan. Dalam proses tersebut, pembaca mengintegrasikan atau mengaitkan antara informasi atau pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki. Dalam proses membaca, pembaca menggunakan berbagai keterampilan yang meliputi keterampilan fisik dan mental.
Salah satu bentuk kegiatan apresiasi cerpen adalah membaca sastra, disamping melisankan sastra, mendengarkan pelisanan sastra, menulis sastra. Membaca sastra dapat diterapkan dalam membaca pemahaman cerpen. Membaca pemahaman cerpen  merupakan proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan gambaran makna dalam bacaan dengan skemata pembaca untuk memahami informasi dalam bacaan secara menyeluruh (Aminuddin,1997:104). Untuk memahami bacaan tersebut, pembaca berusaha mengenali kata-kata pengarang dan memahaminya sesuai dengan konteks yang ada. Tanpa mengenali kata-kata pengarang, pemahaman terhadap bacaan akan terhambat, bahkan tidak berhasil (Dunkin,1989, Ellis,1989:254; Tompskin dan Hoskisson,1987:267; Cleary dan Linn,1993:284).
Isi pembelajaran membaca pemahaman cerpen meliputi: memahami detil/fakta dalam bacaan, menemukan inti gagasan dalam paragraf bacaan, memahami urutan isi bacaan, memahami makna tersirat, membuat kesimpulan, memberikan penilaian secara kritis, mengajukan alternatif secara kreatif, dan membuat ikhtisar bacaan (cerpen). Proses pembelajarannya meliputi: memahami tujuan membaca, melakukan kegiatan membaca secara cepat, mengulang pembacaan untuk menemukan pemahaman sesuai dengan tujuan, mencatat hasil pemahaman yang dianggap penting, menuliskan tanggapan, membahas pemahaman, evaluasi kritis, dan strategi pembacaan. Penguasaan materinya meliputi: keterampilan menemukan pemahaman secara komprehensif melalui kegiatan membaca, memahami strategi dan prinsip dalam membaca komprehensif.
Beberapa tipe pemahaman dalam kegiatan membaca, yaitu pemahaman literal (literal comprehension), pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), pemahaman kritis (critical comprehension), dan pemahaman kreatif (creative comprehension) (Burn, Roe dan Ross,1996:255).
Membaca pemahaman cerpen dapat dihubungkan dengan membaca komprehensif. Aminuddin (1997:104) mengemukakan bahwa membaca komprehensif dapat dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut.
(1)   Pemahaman literal adalah pemahaman isi bacaan meskipun menyeluruh tetapi hanya terbatas pada pemahaman isi bacaan yang berkaitan dengan jawaban pertanyaan apa, siapa, kapan, dan di mana? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) menggambarkan realitas dalam teks secara imajiner, (b) menentukan urutan gagasan, peristiwa, hubungan sebab akibat, dan (c) menggabung kembali gambaran fakta sehingga membentuk pemahaman literal.
(2)   Pemahaman interpretatif adalah pemahaman yang didasarkan pada penghubungan pengertian, fakta, pendapat, peristiwa, dan praanggapan yang dikembangkan pembaca dengan pernyataan dalam bacaan. Pemahaman interpretatif berupa kemampuan menemukan jawaban yang tidak secara langsung dinyatakan dalam bacaan. Bentuk pemandu penilaiannya misalnya lewat penggunaan kata mengapa..., bilamana..., apa yang terjadi? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) membuat peramalan, (b) memahami makna tersirat (reading between the lines), dan (c) menghubungkan serta membandingkan pokok-pokok pikiran guna membuahkan pengertian baru.
(3)   Pemahaman secara kritis adalah bentuk pemahaman yang terbuahkan melalui kegiatan  membaca kritis yang ditandai oleh kemampuan pembaca dalam memberikan pertimbangan, mengajukan prediksi, menilai, dan memberikan alternatif. Bentuk pemandu penilaiannya misalnya, Apa pendapatmu tentang...mengapa? Proses berpikir yang terlibat adalah (a) membedakan realitas faktual dan realitas fiksional, (b) mendeteksi bias atau kesan subjektif penulis, (c) menghubungkan karakteristik fakta dan karakteristik isi pada pendapat penulis, dan (d) menyusun sejumlah kriteria sebagai dasar penyampaian pertimbangan dan penilaian.
(4)   Pemahaman secara kreatif adalah pemahaman secara kreatif yang berkaitan erat  dengan membaca kritis. Perbedaannya, dalam pemahaman kreatif, pembaca telah mengajukan pilihan baru tanpa diikat gambaran pengertian dalam bacaan, menemukan pemecahan masalah yang didasarkan problema yang ditemukan dalam bacaan, dan mengajukan pendapat baru yang berbeda dengan pendapat yang diajukan penulis tetapi dengan bertolak dari fakta yang sama. Proses berpikir yang terlibat adalah (a) menemukan dan mengembangkan alternatif secara luwes, (b) memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam situasi baru, dan (c) menemukan sejumlah cara yang tepat guna menghasilkan sesuatu sesuai dengan alternatif yang diajukan.
Penelitian ini mengupas membaca cerpen dengan pemahaman kreatif karena siswa dibimbing untuk menemukan gagasan dalam cerpen dan memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam situasi baru, dan mengomunikasikan perolehannya sesuai dengan hasil pengamatan terhadap kehidupan sehari-hari. Pada akhir pembelajaran, siswa diharapkan dapat membuat ikhtisar cerpen.
Burns (1996:293) menyatakan bahwa membaca kreatif mencari makna di balik materi yang dinyatakan oleh pengarang. Membaca kreatif merupakan tingkatan pemahaman yang paling tinggi. Seperti halnya membaca kritis dalam membaca kreatif, siswa untuk berpikir kreatif dan menggunakan imajinasi ketika mereka membaca pemahaman cerpen. Dengan membaca seperti ini, siswa akan mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Dalam membaca pemahaman cerpen secara kreatif, siswa menggunakan skemata, mengombinasikan pengetahuan latar mereka dengan gagasan dalam cerpen untuk menghasilkan respon-respon baru. Siswa dituntut terampil dalam hal: (1) memprediksi isi cerpen, misalnya memprediksi peristiwa yang akan terjadi, (2) memvisualisasi judul erpen dengan gambar yakni melihat gambaran dalam pikiran dan menarik skemata yang ada untuk melengkapinya, (3) memecahkan masalah, yakni menghubungkan sesuatu yang dibaca dengan masalah pribadinya, menerapkan pemecahan masalah yang ditemukan dalam cerita pada situasi yang berbeda, (4) mengembangkan sajian cerita, yakni dapat melihat bagaimana cerita dapat dikembangkan sehingga lebih menarik, dan (5) memproduksi kreasi baru, mengembangkan apa yang telah dibaca.
Rubin (1995:154) menyatakan bahwa membaca pemahaman cerpen  “as reading to derive pleasure and enjoyment from books that fit some mood, feeling, or interest”.  Dengan kata lain apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang harus dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa. Apresiasi sebagai bagian dari kegiatan membaca pemahaman cerpen menurut Rosenblatt (1982:269, 1991:119) berada pada stansa estetik eferan (stance efferent). Artinya, dalam pengapresiasi siswa tidak sekedar mengambil informasi yang berkaitan dengan isi cerpen atau mencari beberapa simpulan logis dari cerpen tetapi dapat menghubungan masalah yang ada dalam cerpen dengan pengalaman sehari-hari.
Proses pembelajaran membaca pemahaman cerpen melibatkan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh hasil belajar secara optimal. Dalam proses tersebut, pebelajar diberi kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan yang mendukung ketercapaian tujuan. Kesempatan itu berupa kebebasan menggunakan bahasa dan gagasan secara kreatif, kebebasan memilih apa yang akan diungkapkan, dan kebebasan cara mengungkapkannya. Guru lebih berperan sebagai pengarah dan koordinator kegiatan pebelajar. Pebelajar bebas menceritakan isi cerpen yang dibacanya dengan sudut pandangnya. Dengan demikian, pebelajar terlibat secara mental-psikologis sehingga proses membaca pemahaman cerpen berlangsung secara optimal, yang pada akhirnya siswa dapat meningkatkan kualitas berpikir, bernalar, dan menambah wawasan serta kepekaan perasaannya untuk menulis ikhtisar cerpen dengan baik.
Pateda (1991:38) menyatakan bahwa keberanian mengemukakan gagasan baru dan menggunakan bahasa dapat menimbulkan kepercayaan diri siswa. Siswa tidak akan ragu-ragu sebab ia meyakini kemampuan dirinya untuk mengomunikasikan perolehannya secara lisan atau tulis.
Wakefield (1995) merumuskan berpikir kreatif  sebagai a meaningful response to any situation which calls for finding a problem and solving it in one`s own way. Berdasarkan rumusan tersebut dapat dikemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan menanggapi situasi secara bermakna dalam bentuk menemukan permasalahan dan kemungkinan pemecahannya  sesuai dengan cara yang ditemukan. Kualitas hasil pemecahan masalah tersebut ditentukan oleh empat hal pokok berikut.
(1) Pemikiran alternatif (divergent thinking) adalah kemampuan berpikir secara induktif yang memiliki tiga dimensi, yakni (a) kemampuan menggambarkan dan menentukan pengoperasian cara yang diperoleh sesuai dengan gambaran sasaran pemecahan masalah, (b) kemampuan menentukan karakteristik hubungan antara isi permasalahan yang akan dipecahkan dengan bentuk pemecahan masalah yang digunakan, dan (c) gambaran hasil pemecahan masalah dalam kategori-kategori tertentu sesuai dengan kemungkinan karakteristik hasil yang dibuahkan.
(2) Pemikiran yang dalam (insighful thinking) adalah kedalaman penguasaan pengalaman dan pengetahuan awal yang relevan dengan fakta dan permasalahan yang akan dipecahkan. Kedalaman itu ditandai oleh kemampuan mengadakan komprehensi verbal, kecekatan membentuk persepsi, membandingkan dan menghubungkan persepsi yang satu dengan yang lain, dan kelenturan dalam mengadakan simbolisasi yang menyangkut lintasan-lintasan konsep sejalan dengan persepsi yang dibuahkan.
(3) Pemikiran logis adalah  kemampuan berpikir logis mengacu pada kemampuan memaknai dan menyimpulkan lintasan konsep yang teremban dalam simbol-simbol kebahasaan berdasarkan karakteristik hubungan gambaran makna dan ciri pertaliannya secara logis. Wakefield menghubungkan berpikir secara logika  ini dengan kemampuan berpikir deduktif dan convergent thinking (Wakefield,1995). Dinyatakan demikian karena berpikir secara logika menyangkut kemampuan membandingkan konsep atau prinsip umum yang digunakan dengan fakta permasalahan untuk membuahkan kesimpulan.
(4) Kemampuan batiniah adalah kemampuan yang mengacu pada daya kepekaan, konsentrasi pembangkitan ingatan secara asosiatif, visualisasi spatial, dan kecekatan memilih lintasan-lintasan gagasan dalam suatu pengerangkaan yang sistemis.
Secara sederhana berpikir kreatif dapat diartikan sebagai proses berpikir yang mengacu pada:
(1) kemampuan mengkreasikan dan menghasilkan sesuatu yang baru;
(2) kemampuan menemukan dan membentuk makna atau pengertian baru;
(3) kemampuan membentuk hubungan baru sehingga membuahkan gambaran ciri dan makna yang baru pula.

2.2.1 Periode dalam Membaca Pemahaman Cerpen
Periode dalam membaca pemahaman cerpen mengacu pada umumnya menyebutkan tiga periode membaca, yakni (1) prabaca, (2) saat baca, dan (3) pascabaca (Grabe,1991:36; Hennings,1991:353; Moorman dan Blanton,1990:175; Mason,dkk,1989:52). Berdasarkan ketiga periode tersebut, Whitehead (1994:25) menyarankan suatu prosedur membaca yang terdiri atas empat fase: (1) mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan membangkitkan kemampuan meramal isi teks, (2) merumuskan tujuan pelajaran membaca yang ingin dicapai, (3) menyimpan, menata, dan menggunakan hasil pemahaman, serta (4) mengomunikasikan hasil pemahaman kepada siswa lain.
Moorman dan Blanton (1990:176) mengemukakan lima kategori sebagai kerangka dalam merancang pembelajaran membaca: (1) pengaktifan (activating), (2) pemusatan (focusing), (3) pemilihan (selecting), (4) pengaturan (organizing), (5) pengintegrasian (integrating). Kategori pengaktifan dan pemusatan terjadi pada tahap prabaca; pemilihan dan pengaturan berlangsung pada tahap saat baca (siswa dapat memantau proses belajarnya); dan pengintegrasian berlangsung pada tahap pascabaca (siswa dapat mengintegrasikan informasi baru, menerapkan informasi yang diperolehnya untuk memecahkan masalah, dan menilai proses belajar mereka selama periode saat baca). Berdasarkan keterkaitan antara kelima kategori dan ketiga periode membaca di atas, Moorman dan Blanton menyarankan rancangan pembelajaran membaca yang terdiri atas tiga fase, yaitu (1) fase sebelum membaca, (2) fase membaca, (3) fase setelah membaca. Bertolak dari hal tersebut penelitian ini disederhanakan menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap penyelesaian (Aminuddin,1997:50).
Dalam pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman cerpen, guru harus mewujudkan tahapan-tahapan membaca pemahaman cerpen berdasarkan ketiga periode membaca (persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian). Ketiga periode membaca yang telah dikemukakan Whitehead, Moorman, dan Blanton, pada prinsipnya sama dengan yang dikemukakan Aminuddin, yakni menekankan pada pentingnya periode atau tahapan dalam membaca. Untuk melihat kualitas pembelajaran membaca pemahaman cerpen dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan berdasarkan tahapan-tahapan tersebut. Pendapat Whitehead, Moorman, Blanton dan Aminuddin, ada hubungannya dengan penelitian ini.

2.2.2 Memilih Materi Cerpen
Dalam memilih cerpen guru perlu mempertimbangkan dari segi isi dan tingkat kesulitan cerpen. Dari segi isi sebuah cerpen yang baik memiliki daya tarik yang tinggi bagi siswa. Dengan daya tarik yang tinggi cerpen akan memotivasi siswa membacanya dengan sungguh-sungguh. Hasil penelitian Asher (dalam Gebhard,1987) tentang minat baca anak-anak Amerika, menunjukkan bahwa anak-anak memiliki pemahaman yang lebih tinggi terhadap materi baaan yang menarik baginya. Hasil penelitian Gardner dan Gilingham (1991) juga menunjukkan bahwa pembaca memperoleh hasil yang banyak dari bacaan yang menarik, sebaliknya pembaca memperoleh hasil yang sedikit dari bacaan yang kurang menarik. Dari dua penemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bacaan cerpen yang kandungan isinya memiliki daya tarik bagi siswa akan memberikan motivasi yang tinggi siswa untuk membacanya.
Sikap positif terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerpen dapat ditumbuhkan dengan melibatkan siswa dalam pemilihan cerpen. Pelibatan ini akan menjadikan materi bacaan cerpen tersebut sesuai dengan minat siswa. Langkah yang dapat ditempuh guru adalah dengan mengadakan diskusi dengan siswa. Dari diskusi tersebut, guru memperoleh gambaran tentang cerpen yang sesuai dengan minat siswa.
Haris dan Sipay (1980:92) menyarankan agar guru memilih cerpen yang cukup mudah untuk dipahami, dalam arti tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Materi yang demikian memungkinkan pembelajaran yang efektif, siswa dapat berkonsentrasi pada ide-ide atau kata-kata baru, mengembangkan kelancaran, dan mengurangi membaca. Gebbard (1987) menambahkan bahwa dengan memilih bacaan yang mudah, siswa akan memperoleh pemahaman yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman yang telah dimilikinya, yang disebut dengan i+1.



2.3       PENDEKATAN PROSES
Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang pada intinya berisi konsepsi bahwa pengalaman belajar yang  bermakna diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan guru. Sesuatu yang dijelaskan oleh guru akan dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari dan disimpulkan sendiri oleh siswa setelah menghayati sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran (Aminuddin,1998:8)
Prinsip utama pendekatan proses adalah pembelajaran bahasa merupakan proses menggambarkan, memaknai, memilah, dan memaparkan pengertian dalam berbagai bentuknya. Proses tersebut ditinjau dari kegiatan belajarnya tidak berlangsung secara serempak, tetapi ditempuh melalui tahapan tertentu, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut (Aminuddin,1997:50).
Dalam pendekatan proses, pembelajaran berbahasa secara reseptif menuntut kemampuan siswa berpikir secara kritis dan kreatif untuk menemukan dan menyusun gagasan dalam cerpen dan mengomunikasikannya dengan baik. Penyusunan gagasan tersebut ditentukan oleh pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Proses berpikir ini berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lain karena dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan pengetahuan formal yang dimiliki siswa.
Ditinjau dari kesejajaran berpikir anak pada setiap tahapan kegiatan belajarnya, dalam kegiatan belajar membaca terdapat keterpaduan hubungan sebagai berikut. Pada tahap sebelum membaca, siswa: (1) memahami bacaan dan menggambarkan tujuan serta sesuatu yang akan dibaca, (2) mempunyai pengalaman membaca, (3) persiapan diri sebagai pembaca. Pada tahap selama membaca, siswa: (1) berusaha memahami isi bacaan secara garis besar yanga berfokus pada satuan pengertian secara garis besar, membentuk, dan merevisi pemahaman, (2) berusaha memahami isi bacaan secara lengkap dan rinci, membaca ulang, merefleksikan, memikirkan kembali, dan menilai secara kritis, (3) berusaha mengerti apa yang dimaksudkan oleh pengarangnya. Pada tahap setelah membaca, siswa: (1) menanggapi isi bacaan dalam hati, menuliskan, mengemukakan secara lisan/tulisan, (2) membicarakan isi bacaan dengan siswa lain atau berdiskusi dengan guru, (3) merasa menemukan pengalaman dan pemahaman sejalan dengan satuan-satuan pengertian yang telah dibentuk dan disimpulkan.
Ditinjau dari perspektif pendekatan proses membaca  bermula dari terdapatnya stimulus. Respon atas stimulus tersebut dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, dan dorongan timbulnya komitmen dari guru. Kegiatan membaca menempuh kegiatan persiapan, kegiatan dalam membaca, dan kegiatan lanjutan yang dilaksanakan setelah kegiatan dalam membaca selesai. Membaca merujuk pada tulisan dan penanda bunyi yang membentuk hubungan secara melingkar. Bull (1989 dalam Aminuddin,1997:52) menggambarkan hubungan yang demikian seperti bagan berikut.



           
Stimulus untuk membaca






Pengembangan                                                                                                                                                                           Observasi






Tanggapan                                                                                                                                                                       Tanggapan






Komprehensi                                                                                                                                                            Skimming


                                                     Pembacaan ulang

Bagan 2.1: Model Proses Membaca
Bertolak dari bagan di atas dapat dikemukakan bahwa ketika pebelajar memperoleh stimulus untuk membaca, tanggapan yang pertama kali muncul adalah mengobservasi bacaan, khususnya gambaran isi bacaan tersebut secara umum. Tanggapan berikutnya adalah membaca teks pada bagian-bagian yang dianggap penting. Setelah itu pembaca melakukan pembacaan ulang guna memperoleh pemahaman secara lebih detail dan menyeluruh. Tanggapan terakhir adalah mengemukakan hasil pembacaan secara lisan/tulis dan mediskusikan hasil membaca dengan pembaca/siswa lain. Dalam kegiatan tersebut pembaca secara dinamis menghubungkan pengalaman dan pengetahuannya dengan pengetahuan dan pengalaman dalam bacaan/teks, teman, guru, keluarga dan orang lain yang menaruh perhatian pada kegiatan membaca yang dilakukannya.
Kemampuan memanfaatkan pengalaman dan pemahaman baru tidak berlangsung secara otomatis, melainkan memerlukan proses berpikir tertentu. Menurut pandangan konstruktivisme, berpikir dipandang sebagai aktivitas kognitif  yang dilandasi oleh motif intrinsik tertentu (Bruner,1963 dalam Aminuddin, 1997:57). Konsepsi demikian memberikan gambaran bahwa proses belajar dan aktivitas berpikir terhayati dan menghasilkan sesuatu yang bermakna apabila intensi dan kehendak untuk melakukan kegiatan itu tumbuh dari kesadaran batin pebelajar sendiri. Melalui aktivitas demikian,  pebelajar diharapkan menemukan berbagai pemahaman, cara, bentuk pemecahan masalah, dan pengalaman baru.
Siswa memahami pembelajaran yang dilakukan sebagai tugas penemuan pemahaman yang harus dilakukannya sendiri dari mempelajari sesuatu, sehingga mereka  memiliki kecenderungan mengembangkan pemahaman mereka secara lebih bermakna sebagai ungkapan rasa puas karena berhasil menguasai sesuatu atas inisiatif mereka sendiri.
Berorientasi pada taksonomi Bloom,  kemampuan yang diharapkan diperoleh siswa dalam belajar berdasarkan strategi kognitif, antara lain: menemukan unsur dan hubungan antarunsur dalam cerpen secara induktif. Fungsinya mengatur dan mensistematisasikan kegiatan berpikir dalam proses belajar. Kategori performansinya berupa kegiatan pemecahan masalah dalam kegiatan praktik secara efektif dan bermakna. (Aminuddin,1997:50-53).

2.3.1    Prinsip Dasar Pendakatan Proses
Perspektif dasar pendekatan proses adalah kegiatan belajar mengajar yang menekankan pada pembentukan pengalaman dan keterampilan siswa dalam memperoleh perolehannya selama proses pembelajaran dan mengkomunikasikannya secara lisan aatau tertulis. Prinsip utama pendekatan proses adalah P3 (penggambaran, pemaknaan, dan pemaparan). Penggambaran mengacu pada sesuatu yang dimaknai akan dinyatakan. Pemaknaan mengacu pada proses pembuahan pengertian dari sesuatu yang diresapi untuk diproduksikan. Pemaparan mengacu pada penyampaian hasil pemahaman secara lisan atau tulis. Ditinjau dari proporsi waktunya KBM berdasarkan pendekatan proses digunakan dalam (1) pengajaran langsung (3%), (2) latihan dan tugas (77%), dan (3) klarifikasi ataupun pengambilan kesimpulan (20%) (Bull,1989 dalam Aminuddin,1997:146).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa melalui pendekatan proses guru lebih mengorientasikan KBM yang diselenggarakan pada kegiatan penerapan yang dilakukan siswa. Pembelajaran tersebut merujuk pada kegiatan membaca, menulis, wicara, dan apresiasi sastra. Dalam pendekatan proses aktivitas penerapan juga melibatkan guru sebagai model sehingga memerlukan commitment by teachers and learners to become involved in learning how to learn (Bull,1989). Guru juga terlibat sebagai “pebelajar” guna memahami proses dan cara membaca melalui kegiatan pembelajaran membaca.
Keterlibatan guru sebagai “pebelajar” tidak sepenuhnya sama dengan siswa. Dalam pembelajaran reseptif, yakni membaca, keterlibatan guru berupa kegiatan berikut.
(1)   Guru mempelajari materi membaca sebelum diangkat dalam pembelajaran di kelas. Yang dipelajari guru dalam hal ini adalah (a) kesesuaian bahan dengan tingkat kesiapan siswa ditinjau dari aspek bahasa dan isi; (b) karakteristik bahan ditinjau dari hubungan antara judul dengan isi dan pokok-pokok pikiran dalam materi bacaan, (c) proses berpikir dalam memahami dan implikasinya dalam proses pembelajaran, (d) prediksi menyangkut kemungkinan kesulitan yang dialami siswa, dan (e) prediksi yang menyangkut kemungkinan dikembangkannya penilaian proses.
(2)   Melalui pengajaran langsung, guru memberitahukan tujuan membaca dan menjelaskan cara mencapai tujuan. Dalam pembelajaran membaca, isi pemberitahuan itu misalnya (1) baca cerpen berjudul “Pengakuan” secara cepat dan pahamilah kerangka isinya, (2) gambarkanlah kemungkinan isi dan sejumlah pertanyaan yanag berkaitan dengan isi bacaan, (3) baca lagi teks secara cermat guna menguji apakah kemungkinan yang digambarkan itu benar dan  jawaban pertanyaan dapat diperoleh, (4) buatlah catatan yang menyangkut hal-hal penting dalam bacaan sesuai dengan informasi dan pengetahuan lain yang ingin kalian ketahui, dan (5) baca ulang teks secara menyeluruh untuk mempeoleh pemahaman secara utuh.
(3)   Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa. Dalam hal ini ada kemungkinan guru harus melakukan kegiatan pengarahan ulang. Setelah siswa melakukan kegiatan membaca cepat, guru mengecek apakah siswa telah mempunyai gambaran isi dan pertanyaan yanag menyangkut sesuatu yang ingin mereka ketahui secara benar. Seandainya kegiatan itu belum dilakukan secara benar, guru perlu mengadakan pengarahan ulang untuk memandu ulang proses belajar siswa.
(4)   Guru mengadakan klarifikasi/tanya jawab/tindak lanjut. Kegiatan ini untuk memahami hasil pembelajaran, membahas  berbagai permasalahan yang belum diselesaikan siswa, dan menjelaskan manfaat dan hubungan antara pengalaman belajar yang diperoleh siswa dengan pembelajaran berikutnya.
Penggunaan pendekatan proses dalam pembelajaran memerlukan panduan pola aktivitas belajar. Salah satu panduan aktivitas belajar tersebut adalah pola  pemecahan masalah. Berdasarkan pola itu, tugas guru dalam KBM adalah menentukan masalah yang harus diselesaikan siswa, menjelaskan cara memperoleh informasi guna memecahkan masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan cara pemecahan yang bisa dipilih siswa, menentukan prioritas kegiatan/tindakan yang perlu dilakukan siswa, memberi peluang siswa untuk melakukan tindak uji coba dan mengandung resiko, dan meminta siswa untuk menilai hasil pemecahan masalah/temuan pemahamannya.
Kegiatan menyimak, membaca, wicara, dan menulis pada dasarnya juga mengandung pemecahan masalah.  Menurut Ling (1996), dalam proses pemecahan masalah guru perlu memahami hal-hal berikut: (1) masalah memiliki kemungkinan diselesaikan melalui berbagai cara. Tidak ada satu cara yang tepat untuk semua masalah. Cara yang diajukan guru belum tentu cocok bagi siswa. (2) setiap pemecahan masalah melibatkan tindak uji coba dan mengandung resiko. (3) Pemecahan masalah melibatkan berbagai keterampilan, pengetahuan, pengalaman, sikap, dan nilai. (4) Pemecahan masalah memerlukan perencanaan dan strategi yang jelas. (5) Pemecahan masalah memerlukan kontrol dan pemantauan proses.
(6) Pemecahan masalah memerlukan daya imajinasi, kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan inisiatif. (7) Pemecahan masalah melibatkan refleksi dalam aksi. (8) Pemecahan masalah memerlukan dukungan dan “hadiah”.
Dalam metakognisi anak, keterampilan memecahkan masalah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berpikir kritis dan daya kreativitas. Berdasarkan strategi kognitif yang dikembangkan, siswa dihadapkan pada sejumlah kemungkinan pemecahan masalah dengan hasil yang belum dapat dipastikan. Dalam hal demikian anak harus didorong untuk berani berbuat salah dan mempelajari kesalahannya demi hasil yang lebih baik.

2.3.2 Perencanaan Prosedur Belajar Mengajar
Komponen penting pengajaran bahasa adalah pendekatan, metode, dan teknik (Richards dkk, 1985:15). Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang berkaitan dengan hakikat bahasa dan pengajaran bahasa. Metode adalah penerapan pendekatan, yang meliputi keterampilan yang akan diajarkan, materi-materi yang akan digunakan, dan urutan materi yang akan disajikan. Teknik adalah prosedur yang terinci tentang cara pengajaran bahasa di kelas.
Richards dan Rodgers (1989:16) menyatakan bahwa pendekatan dan metode dikaji dalam desain, yakni tingkatan tempat menentukan tujuan, silabus, dan isi. Serta merupakan wadah menetapkan peran:para pengajar,  para pebelajar, dan bahan pengajaran. Fase implementasi (yang merupakan tingkatan teknik menurut Anthony) ini mereka acukan dengan istilah yang lebih komprehensif yaitu prosedur. Jadi, pendekatan, secara organisatoris ditentukan oleh suatu desain, dan secara praktis direalisasikan dalam prosedur. Selaras dengan pendapat tersebut, Syaf i`ie (1993:7) mengatakan bahwa pendekatan bersifat aksiomatis, dalam arti kebenaran teori.
Penelitan ini menggunakan pendekatan proses dengan strategi tanggapan dan penggambaran ulang. Pengertian strategi pengajaran tersebut adalah pola kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis sesuai dengan gambaran hasil belajar sebagaimana topik dan fokus pembelajarannya. (Ruddel,1993). Pola kegiatan pembelajaran disusun secara konseptual dan teoritis berdasarkan karakteristik isi pembelajaran dan gambaran proses belajar yang diidealkan. Sebab itu, masih memiliki peluang dimodifikasi secara kontekstual. Berdasarkan pendekatan  proses dan strategi pengajaran STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang) yang dipilih guru lebih lanjut menyusun seperangkat konsep yang secara prosedural dapat digunakan untuk mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Dalam menggarap aspek prosedural tersebut, guru perlu memperhitungkan teknik yang digunakan. Teknik tersebut misalnya teknik kelompok kerja, diskusi kelas, permainan peran, ramu pendapat (Callahan,1992). Penelitian ini menggunakan teknik diskusi kelas dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen, sebab siswa mengadakan diskusi kelas dalam tahap pascabaca.
Ditinjau dari konsepsi pendekatan terpadu, karya sastra dapat dijadikan landasan pengembangan program pengajaran (literature-based program) (Norton, dan Norton,1994). Sementara itu ditinjau dari penyampaian isi dan proses pembelajarannya karya sastra dapat dijadikan landas tumpu dalam pembelajaran membaca, menyimak, menulis, dan wicara (Rubin,1995 dalam Aminuddin,1997:159).

2.3.2.1 Prosedur pembelajaran berdasarkan Strategi Tanggapan dan Penggambaran Ulang (STPU)
Prosedur pembelajaran membaca pemahaman cerpen memiliki tahapan tersebut di bawah ini.
Eksplorasi
Siswa dan guru membaca cerita dalam hati tanpa diinterupsi. Pada tahap ini, cerita dipilih guru  bersama siswa dengan mempertimbangkan potensi cerita itu sebagai bahan pembelajaran. Cerita yang dipilih bernuansa fotografi, sebab siswa di sekolah itu ada yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler fotografi yang digabung dengan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, Smadangpala, PMR dan UKI. Setelah selesai, guru membuat bagan di papan tulis. Bagan tersebut untuk memandu siswa menggambarkan unsur instrinsik cerpen. Struktur instrinsik cerpen mengacu pada realitas imajiner dan fiksional dalam teks. Unsur ekstrinsik cerpen mengacu pada hubungan realitas dalam teks dengan gambaran dunia faktual (realita kehidupan sehari-hari) dan gambaran realitas yang diidealkan pembaca.
Pada tahap pertama, siswa dapat mengemukakan isi cerpen secara umum Tahap kedua, tanggapan siswa  berpusat pada unsur instrinsik cerpen berdasarkan bagan yang dibuat oleh guru. Bagan tersebut, sebagai berikut.
















Bagan 2.2: Pemetaan Story-Grammar

Strukturasi
Setelah siswa menggambarkan hasil pembacaannya berdasarkan bagan seperti yang telah dipaparkan di atas guru meminta siswa membaca ulang cerita sambil berusaha menjawab pertanyaan (1) apakah masalah yang dihadapi pelaku, di mana titik puncak permasalahan itu berlangsung, dan bagaimana penyelesaian permasalahannya, (2) apakah perbedaan ciri dan perwatakan pelaku yang satu dan yang lain, dan (3) bagaimanakah hubungan antara gambaran realitas dalam teks dengan kenyataan kehidupan dan harapan, cita-cita, serta kehidupan yang diidealkan siswa.

Inferensi dan klarifikasi
Pada bagian ini guru dan siswa melakukan tanya jawab. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk memantau tingkat penguasaan siswa dalam membaca cerita. Kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan penyampaian tanggapan siswa atas perwatakan pelaku, gambaran peristiwa, pendapat pengarang yang berhubungan dengan kenyataan kehidupan dan tanggapan personal sebagai prakonsepsi untuk kegiatan lanjutan.

Intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi
Melalui kegiatan intertekstualisasi, siswa membandingkan hasil pembacaannya dengan bacaan lain pada umumnya. Dalam skematisasi, siswa menyusun pemahaman secara intertekstual tersebut secara tertulis dan membahasnya melalui diskusi kelompok/kelas. Kegiatan rekreasi dapat diselenggarakan dalam bentuk pembacaan cerpen secara lisan, atau menulis ikhtisar cerpen, dan lain sebagainya.

2.3.3 Penerapan Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen
Tahap persiapan membaca pemahaman cerpen adalah menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa, memperkenalkan cerpen dan memberitahukan tujuan membaca, menjelaskan cara mencapai tujuan, serta menerangkan unsur-unsur pembentuk cerpen, menggali skemata dan minat baca siswa dan memperlihatkan gambar untuk memprediksi isi cerpen.
Tahap pelaksanaan membaca pemahaman cerpen berupa kegiatan eksplorasi, yaitu kegiatan  membaca cerpen dalam hati bersama siswa secara cepat tanpa diinterupsi, menanyakan gambaran isi cerpen secara umum dan bagian cerita yang penting kepada salah seorang siswa, dan membuat bagan di papan tulis untuk menggambarkan unsur-unsur instrinsik cerpen. Pada tahap strukturasi, guru membimbing siswa membaca dan mencatat bagian-bagian penting dari cerpen. Pada tahap inferensi dan klarifikasi, guru menugasi siswa menggambarkan kemungkinan isi cerpen dan membuat sejumlah pertanyaan tentang isi cerpen, mengecek apakah siswa telah mempunyai gambaran tentang isi dan pertanyaan yang sesuai, menyuruh siswa membuat catatan tentang hal-hal penting dalam bacaan sesuai dengan yang diinginkan siswa, menyuruh siswa membaca ulang teks secara menyeluruh guna menemukan pemahaman cerpen secara utuh, dan menyuruh siswa untuk berdiskusi  antarteman.
Tahap penyelesaian membaca pemahaman cerpen berupa kegiatan intertektualisasi, skematisasi, rekreasi yakni: mempersilakan siswa untuk presentasi di depan kelas, mengadakan klarifikasi/ tanya jawab/ tindak lanjut untuk memecahkan persoalan siswa, dan memberikan tes tertulis

2.3.4 Penilaian Proses dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Pengukuran keberhasilan pembelajaran membaca cerpen merupakan suatu proses yang sistemis, yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi untuk menentukan atau membuat keputusan tentang ketercapaian pembelajaran (Gronlund,1976:5-6; Suyono, dkk,1995:119).
Penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerpen dilakukan dengan dua cara, yakni penilaian proses dan penilaian hasil (lampiran 1). Penilaian proses dilakukan dengan mewawancarai siswa untuk memahami dan mengatasi problem belajarnya, mempelajari berbagai tanggapan pribadi siswa, menimba refleksi pengalaman belajar siswa, mengisi portofolio sesuai dengan daftar pertanyaan yang diajukan oleh guru dan hasil pengerjaan tes yang menuntut proses berpikir, bukan mengingat.
Stiggins (dalam Aminuddin,1997:164) mengemukakan, assessment and teaching can be one and the same (Stiggins,1994). Stiggins beranggapan bahwa asesmen sebagai penilaian proses menyatu dalam dan sama dengan pengajaran karena tugas guru dalam melaksanakan pengajaran pada dasarnya adalah membuat siswa belajar, memahami karakteristik perkembangan belajarnya, memahami kesulitan yang dialami siswa untuk kemudian memberikan bimbingan dan pilihan cara pemecahannya. Penilaian hasil lebih diorientasikan pada keperluan administratif, misalnya untuk pengisian rapor dan dilaksanakan dalam satuan waktu tertentu, sementara itu penilaian proses dilaksanakan secara rutin karena senantiasa menyertai kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru. Oleh sebab itu, pencantuman butir penilaian hasil idealnya tidak dicantumkan pada setiap pertemuan dalam program satuan pelajaran. Yang perlu selalu dicantumkan sebenarnya adalah penilaian proses.
a)   Sasaran Penilaian Proses
Tujuan penilaian proses adalah (1) memahami problema dan tingkat perkembangan pebelajar dalam memahami dan menguasai isi pembelajaran, (2) menemukan data analisis yang dapat dijadikan dasar dalam memecahkan masalah pebelajar, dan (3) memecahkan problema belajar, mempertahankan, serta mengembangkan kualitas proses pembelajaran. Ditinjau dari sasarannya, penilaian proses dapat diacukan pada taksonomi kemampuan yang diajukan Gagne dan Brigss. Taksonomi tersebut adalah (1) keterampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) informasi verbal, dan (4) sikap.
Penilaian proses juga bisa dilakukan dengan sasaran sebagai berikut (1) tingkat pengetahuan sesuai dengan materi dan isi pembelajaran, (2) tingkat pemahaman pebelajar dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah, baik ditinjau dari penggunaannya secara prosedural, menemukan bahan pemecahan masalah, memaknai, dan memberikan penalaran, (3) tingkat penguasaan pebelajar dalam menerapkan pemahaman secara relevan dalam bentuk kegiatan, misalnya kegiatan menyusun pertanyaan, (4) kemampuan pebelajar dalam menunjukkan hasil kerja secara kreatif, misalnya membacakan cerpen dengan proses pemaknaan yang dilakukan sebelumnya, (5) sikap, minat, motivasi belajar, komitmen, rasa keterlibatan dalam proses memahami isi pembelajaran, kerja sama, dan empati pada teman (Stiggins, 1994).
b)   Penilaian Proses dalam Pembelajaran Reseptif
Penilaian proses dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pembelajaran bahasa secara reseptif yakni membaca untuk mendapatkan gambaran karakteristik belajar membaca siswa, dapat digunakan teknik portofolio.
Tirney, dkk menjelaslan bahwa portofolio adalah cara untuk memperoleh informasi tentang pengalaman dan pemahaman siswa yanag berkaitan dengan bentuk-bentuk aktivitas yang pernah dilakukannya di dalam dan di luar sekolah, tanggapan siswa atas sesuatu yang dipelajari, tanggapan siswa atas perkembangan belajarnya, penilaian diri atas penguasaan yang dicapai, dan harapan-harapan mereka terhadap sesuatu yang mereka pelajari (Tirney,dkk,1991). Bentuk portofolio yang dapat dimanfaatkan antara lain pembuatan jurnal dan logs. Lewat logs siswa menentukan (1) tujuan belajarnya, (2) hal yang telah dipahami, dan (3) hal yang diharapkan nanti.
Guru juga dapat menggunakan kuesioner sebanyak satu kali dalam satu catur wulan untuk penilaian proses. Bentuk dan isi kuesioner tersebut bisa bermacam-macam, sesuai dengan tujuan dan target hasil yang hendak diperoleh. Berbeda dengan pengamatan dan tanya jawab langsung, penggunaan kuesioner lebih banyak mengacu pada perolehan informasi umum tentang siswa dan proses belajarnya. Karakteristik umum tersebut bisa berhubungan dengan pola berpikir siswa dalam meresepsi isi teks, bentuk kerja sama antarsiswa, dan aktivitas siswa yang lain di luar jam pelajaran yang sejalan dengan topik yang dipelajari.
Penilaian proses dengan kuesioner pada dasarnya dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa  reseptif. Bertolak dari prinsip bahwa bahan bacaan dapat disebut sebagai teks di bawah ini diberikan contoh penilaian proses melalui kuesioner yang sebenarnya juga dapat digunakan dalam bentuk tanya jawab di kelas atau wawancara klinis (lampiran 2). Lewat cara yang sangat sederhana, guru dapat menanyakannya secara klasikal. Siswa yang hendak menjawab cukup mengacungkan tangan. Dari tanggapan siswa, guru memperoleh gambaran tentang proses belajar membaca siswa.
Penilaian proses idealnya juga disesuaikan dengan karakteristik materi dan isi pembelajaran sebagaimana tergambarkan dalam jabaran hasil analisis pembelajarannya. Konsepsi demikian memberikan gambaran bahwa sebelum melakukan penilaian proses, guru harus sudah memiliki penghayatan, peta konkret, prediksi permasalahan yang muncul dalam proses belajar, dan berbagai kemungkinan pemecahannya.
Gambaran hubungan jabaran pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian proses dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian proses tersebut dapat diikuti penggunaan portofolio dengan format seperti pada Lampiran 4.
Paparan penilaian proses pada Lampiran 4 bisa saja memberikan kesan bahwa penilaian proses itu sangat kompleks dan rumit. Pemikiran demikian tidak terlampau salah apabila penilaian proses itu digarap secara cermat dan detail. Akan tetapi, sebaiknya penilaian proses tersebut diselenggarakan secara kontekstual,  yanag dilakukan (a) berdasarkan esensi penggunaannya, yakni untuk membantu proses belajar siswa, (b) secara kontekstual, dalam arti disesuaikan dengan tujuan khusus pembelajaran dan kemungkinannya untuk dilaksanakan, dan (c) secara otentik, dalam arti menilai proses belajar berbahasa siswa yang dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya pengamatan, tanya jawab, hasil pengerjaan tugas, dan pengisian kuesioner.
Dalam hal penggunaan asesmen alternatif, guru perlu memahami “peta proses berpikir” dan hubungannya dengan kegiatan belajar yang dilakukan. Pemahaman peta tersebut  akan memberikan gambaran secara prediktif dari jawaban pertanyaan, Bagaimanakah proses belajar siswa ketika mempelajari isi cerpen, dan bagaimanakah kemungkinan karakteristik dan proses berpikirnya? Berdasarkan jawaban pertanyaan tersebut, guru dapat meramalkan kemungkinan hambatan yang akan ditemui siswa ketika menempuh proses pembelajaran sejalan dengan isi pembelajaran yang mesti dikuasainya.
Pada pelaksanaan penilaian proses terdapat empat kegiatan pokok untuk guru, yaitu (1) melakukan pengamatan mengumpulkan data, (2) merefleksikan hasil pengamatan sebagai proses analisis data dan pemaknaan, (3) menyusun alternatif pemecahan masalah sebagai proses pengambilan kesimpulan, dan (4) memanfaatkan hasil penelitian sebagai pembahasan hasil temuan secara dialogis. Oleh sebab itu, guru merupakan peneliti yang senantiasa mengadakan refleksi dan aksi dalam peristiwa pembelajaran  (Patterson,dkk, 1993 dalam Aminuddin,1997:173).

2.4 LANGKAH-LANGKAH MEMBACA PEMAHAMAN CERPEN DI SMU
Aspek-aspek yang termuat dalam pembelajaran meliputi aspek (1) menyimak, (2) wicara, (3) membaca, (4) menulis, dan (5) apresiasi cerpen. Fokus pembelajaran membaca adalah (1) membaca cepat, (2) membaca komprehensif, (3) membaca kritis, (4) membaca lisan, (5) membaca dalam area isi, dan (6) membaca estetis atau apresiatif. Berkaitan dengan fokus pembelajaran membaca di atas, fokus penelitian ini adalah pembelajaran membaca komprehensif, yang mencakup isi, proses, dan penguasaan hasil pembelajaran sesuai dengan jenis kegiatan membaca.
Karya sastra atau cerpen dapat dijadikan landas tumpu dalam pembelajaran membaca (Rubin,1995). Berkaitan dengan hal itu, isi pembelajaran membaca pemahaman cerpen adalah memahami rangkaian cerita, penokohan, perwatakan, latar, inti gagasan dalam cerpen secara komprehensif dan tindak lanjut membaca secara rekreatif. Sementara itu, dalam proses pembelajaran membaca pemahaman cerpen meliputi menggambarkan peristiwa, pelaku, tampilan dan lakuan pelaku dan membandingkannya dengan pengalaman dan pengetahuan pembaca untuk menentukan rangkaian cerita, kemungkinan tahapan plot, perwatakan, peranan latar, inti gagasan, serta nilai kehidupan yang terpapar di dalamnya dan pemanfaatannya dalam mengembangkan daya imajinasi, kemampuan berpikir kritis, dan daya kreativitas siswa.
Pembelajaran yang berfokus pada pengembangan isi cerpen dilakukan berdasarkan tahap literal, tahap pembayangan dan reorganisasi ide, tahap inferensial, tahap evaluasi, dan tahap apresiasi. Pada tahap literal, siswa membaca teks secara eksploratif untuk memperoleh gambaran maknanya, menghadirkan realitas imajiner dalam teks dan membandingkannya dengan realitas faktual,  menghubungkan realitas imajiner dalam teks sebagai rangkaian peristiwa, rangkaian cerita yang dihadirkan secara fiktif dan membandingkannya dengan dunia luar secara eksploratif, menggambarkan kemungkinan perbedaan peran pelaku, gambaran perwatakan, dan fungsi pelaku dalam mengemban tema dan gagasan pengarangnya. Tahap pembayangan dan reorganisasi ide mencakup kegiatan  menggambarkan hubungan antara objek, peristiwa, dan dunia fiksional dalam teks dengan gambaran dunia faktual; menafsirkan kemungkinan pengertian yang tersirat dalam gambaran objek, peristiwa, dan realitas fiksional dalam teks dengan konsepsi/wawasan tertentu dengan gambaran dunia faktual dan dunia ideal yang dibentuk pembaca; menyusun formasi isi literal teks dalam bentuk rangkaian cerita, prakonsepsi tahapan cerita yang membentuk plot, peran pelaku, prakonsepsi yang menyangkut perwatakan pelaku, dan sudut pandang pengarang, dan sebagainya; menggambarkan berbagai kemungkinan nilai kehidupan dalam teks yang dibaca berdasarkan gambaran pelaku, peristiwa, dan dunia fiksional dalam teks pada umumnya setelah dibandingkan dengan dunia faktual dan dunia yang diidealkan pembaca. Tahap inferensial mencakup kegiatan menyusun bagan atau hubungan elemen-elemen cerita secara struktural, menentukan perwatakan pelaku berdasarkan alasan dan bukti tertentu secara tentatif, menentukan tema dengan didasarkan pada landasan berpikir dan bukti tertentu secara tentatif, menghubungkan motif, karakter, dan cara pembentukan interaksi pelaku dibandingkan dengan dunia faktualnya guna memahami nilai tersiratnya, menyusun gambaran nilai-nilai kehidupan dalam prosa fiksi melalui perbandingan penampilan pelaku dan peristiwa dalam teks dibandingkan dunia faktualnya, membuat prediksi seandainya pelaku X tidak melakukan sesuatu, seandainya hubungan pelaku X dan Y tidak sebagaimana yang  digambarkan pengarang, seandainya peristiwa tertentu tidak terjadi, dan sebagainya. Tahap evaluasi mencakup kegiatan membedakan sesuatu yang bersifat faktual, fiktif, dan realitas yang mungkin terjadi dan yang imajiner; menilai kesesuaian antara nilai kehidupan dalam teks sebagai dunia yang diidealkan dibandingkan dengan kenyataan; menentukan penggambaran pelaku, peristiwa, hubungan, penggunaan gaya bahasa yang dianggap kurang tepat; memberikan alternatif agar prosa fiksi yang dibacanya lebih menarik, lebih enak dibaca, dan lebih mudah dipahami baik ditinjau dari penggunaan judul, pengelolaan bentuk maupun isinya. Tahap apresiasi mencakup kegiatan memberi tanggapan secara emotif menyangkut isi cerita seperti  menyenangkan, mengharukan, membosankan, menakutkan, dan berbagai kemungkinan bentuk tanggapan emotif lainnya; mengemukakan persetujuan, ketidaksetujuan, kekecewaan, dan bentuk tanggapan lain yang menyangkut pelaku dan peristiwa dalam cerita, menanggapi penggunaan gaya bahasa, cara menggambarkan pelaku maupun peristiwa serta unsur pembentuk cerita yang lain yang dianggap menarik; mengemukakan kembali cerita melalui pembacaan secara lisan, bermain peran, dan bentuk-bentuk kegiatan lain yang relevan dengan kegiatan menghayati cerita yang dibaca.

2.5 Kerangka Teori
Sesuai dengan kajian pustaka, disusunlah kerangka teori sebagai landasan dalam penelitian. Kerangka teori tersebut, meliputi (1) pendekatan proses, (2) membaca pemahaman cerpen secara kreatif, (3) strategi pengajaran dengan STPU, dan (4) pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen.

1) Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang intinya berisi konsepsi bahwa pengalaman belajar yang bermakna diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan oleh guru. Sesuatu yang dijelaskan oleh guru akan dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari dan disimpulkan sendiri oleh siswa setelah menghayati sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran. Proses tersebut tidak berlangsung secara serempak, tetapi ditempuh oleh siswa melalui tahapan tertentu, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian.
Dalam pendekatan proses, pembelajaran membaca pemahaman cerpen menuntut kemampuan siswa berpikir secara kritis dan kreatif untuk menemukan dan menyusun gagasan dalam cerpen dan mengomunikasikannya dengan baik. Penyusunan gagasan tersebut dituangkan dalam kegiatan menulis ikhtisar cerpen yang disesuaikan dengan pengalaman dan skemata siswa masing-masing. Penyusunan gagasan tersebut ditentukan oleh pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Proses berpikir ini berbeda siswa satu dengan siswa yang lain karena dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan pengetahuan formal yan dimiliki oleh siswa.

2) Membaca Pemahaman Cerpen  secara Kreatif
Membaca pemahaman cerpen secara kreatif adalah pemahaman cerpen secara kreatif dengan mengajukan pilihan baru tanpa diikat gambaran pengertian dalam cerpen, menemukan pemecahan masalah yang didasarkan problema yang ditemukan oleh siswa dalam cerpen, dan siswa mengajukan pendapat baru yang berbeda dengan pendapat yang diajukan oleh pengarang cerpen tetapi bertolak dari fakta yang sama. Proses berpikir yang terlibat adalah menemukan dan mengembangkan alternatif secara luwes, memanfaatkan pengetahuan awal untuk memecahkan masalah dalam cerpen dengan situasi baru, dan menemukan sejumlah cara yang tepat guna menghasilkan gagasan baru dengan alternatif yang diajukan oleh siswa. Proses berpikir siswa mengacu pada kemampuan mengkreasikan dan menghasilkan gagasan yang baru; menemukan dan membentuk makna atau pengertian baru; dan membentuk hubungan baru sehingga menghasilkan gambaran ciri dan makna yang baru pula.

3) Strategi Tanggapan Penggambaran Ulang
Strategi yang digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen ini dengan pendekatan proses adalah STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang). Strategi ini diaplikasikan melalui tahapan, yaitu (1) tahap eksplorasi, (2) tahap strukturasi, (3) tahap inferensi dan klarifikasi, dan (4) tahap intertekstualisasi, skematisasi, dan rekreasi.
Pada tahap eksplorasi, siswa membaca cerpen dalam hati secara cepat, menggambarkan isi cerpen secara garis besar, dan menguraikan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku. Pada tahap strukturasi, siswa menjawab pertanyaan pengarah dari guru tentang bagian-bagian penting cerpen seperti, (1) apakah masalah yang dihadapi pelaku, (2) di manakah titik puncak permasalahan itu berlangsung, (3) bagaimanakah penyelesaian permasalahannya, (4) apakah perbedaan ciri dan perwatakan pelaku yang satu dan yang lain, dan (5) bagaimanakah hubungan antara gambaran realitas dalam teks dengan kenyataan kehidupan dan harapan, cita-cita, serta kehidupan yang diidealkan oleh siswa. Pada tahap inferensi dan klarifikasi, siswa menyusun pertanyaan-jawaban yang ditanggapi oleh siswa lain atas perwatakan pelaku, gambaran peristiwa, pendapat pengarang yang berhubungan dengan kenyataan kehidupan dan tanggapan personal sebagai prakonsepsi untuk kegiatan lanjutan. Pada tahap intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi, melalui kegiatan intertekstualisasi siswa membandingkan hasil pembacaannya dengan bacaan lain, melalui skematisasi siswa memahami cerpen dengan presentasi, dan melalui kegiatan rekreasi siswa dapat menulis ikhtisar cerpen dengan baik.

4) Pengefektifan Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen dengan Pendekatan Proses
Pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen mengacu pada tujuan pembelajaran umum yaitu mengefektifkan kemampuan siswa dalam membaca cerpen dan membuat ikhtisarnya. Kegiatan membaca cerpen ini dengan menggunakan pemahaman membaca kreatif yang menuntut siswa menulis ikhtisar cerpen dengan gagasan baru yang mengacu pada permasalahan yang ada dalam cerpen dengan pemecahan masalah yang diajukan oleh siswa sesuai dengan pengalaman, skemata, dan hasil perolehan belajar siswa. Tujuan tersebut dijabarkan dalam tujuan pembelajaran khusus.
Pengefektifan pembelajaran membaca pemahaman cerpen dengan pendekatan proses menggunakan STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang). Realisasi STPU melalui tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian.
Pada tahap persiapan, pembelajaran difokuskan pada kegiatan tanya-jawab tentang unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku. Menggali skemata siswa dengan memperlihatkan gambar dan judul yang sesuai dengan isi cerpen untuk memprediksi isi cerpen berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari kehidupan sehari-hari. Aktivitas siswa dalam kegiatan ini menjawab pertanyaan guru tentang unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku; dan memprediksi isi cerpen berdasarkan gambar dan judul cerpen dengan mengaitkan pengetahuan dan pengalaman.
Pada tahap pelaksanaan, aktivitas pembelajaran dilakukan melalui eksplorasi, (1) siswa membaca dalam hati secara cepat bersama guru, (2) siswa menggambarkan isi cerpen secara umum, dan (3) siswa menggambarkan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, dan perwatakan pelaku dalam cerpen dengan bantuan bagan yang dijelaskan oleh guru; strukturasi, siswa menjawab pertanyaan pengarah tentang bagian-bagian penting cerpen; inferensi dan klarifikasi, siswa dapat menyusun pertanyaan-jawaban yang berhubungan dengan isi cerpen untuk memantau seberapa jauh siswa telah memahami isi cerpen sehubungan dengan pertanyaan yang mereka buat, dan siswa lain menanggapi bersama guru, siswa membaca ulang cerpen untuk menemukan pemahaman cerpen secara utuh, dan berdiskusi antarsiswa dan guru baik di kelas maupun di luar kelas.
Pada tahap penyelesaian melalui tahap intertekstualisasi, skematisasi, rekreasi, siswa membandingkan cerpen yang dibaca dengan cerpen yang lain, presentasi, klarifikasi oleh guru dan siswa mengerjakan tes tertulis. Berikut ini bagan penerapan pendekatan proses dengan STPU (strategi tanggapan dan penggambaran ulang) dalam pembelajaran membaca pemahaman cerpen.






Bagan 2.3 Penerapan Pendekatan Proses dengan STPU dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerpen
Text Box: Eksplorasi: membaca dlm hati sec cepat, menggambarkan isi cerpen sec umum, menguraikan unsur instrinsik cerpen seperti tema, alur, latar, perwatakan pelaku 



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar